Semangat Saya

Hari ini adalah hari saya..
semangat ini adalah semangat saya...
cinta ini, cinta saya..
semua ini, milik saya...

tapi.. Allah lah yang memiliki saya.. pun semua yang terakui...

Senin, 04 Agustus 2008

Rahasia Kebahagiaan: Sebuah Kisah

Diceritakan bahwa dahulu ada seorang pemuda yang ingin sekali mencari tahu rahasia kebahagiaan. Ia bertanya pada pada orang sekelilingnya. Sampai bapaknya menyarankan dia untuk menemui seorang holyman.

Tanpa berpikir panjang, berangkatlah sang pemuda itu. Keinginannya untuk mengetahui rahasia kebahagiaan mengalahkan rintangan-rintangan yang harus dilaluinya sepanjang perjalanan, termasuk jarak jauh selama 40 hari 40 malam yang harus dilauinya untuk bisa tiba di tempat sang holyman itu.

Betapa terkejutnya ia ketika berdiri di muka sebuah istana megah nan luas. Di hadapannya kini terbentang bangunan besar yang begitu mewah dengan halaman luas yang memisahkannya dari pagar depan. Ia hampir tak percaya pada apa yang dilihatnya sampai orang-orang yang ditemuinya meyakinkan bahwa holyman yang dimaksud bapaknya itu memang tinggal di dalam istana itu. Hal ini tentunya nggak lepas dari bayangan yang sudah terlanjur terpatri di kepalanya bahwa seorang holyman itu pasti seorang tua yang jauh dari suasana hingar bingar kemewahan kehidupan, tinggal di gunung, dengan penampilan yang jauh dari kata rapi.

Sang pemuda menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mengantri demi bisa bertemu dengan sang holyman. Rupanya begitu banyak orang yang punya urusan dengan holyman itu. Keterkejutan sang pemuda makin bertambah saat ia melangkah masuk ke istana itu dan menemui sang holyman. Ternyata penampilannya jauh dari apa yang ia bayangkan. Holyman di hadapannya ini tampil bak seorang raja. Pakaiannya cerah bersinar, raut wajahnya terang cemerlang, rambutnya rapi tertata. Yang lebih penting, umurnya pun masih muda.

Bertanyalah sang pemuda itu, “wahai holyman, aku datang jauh berjalan 40 hari 40 malam menemuimu karena aku mendengar kabar bahwa engkau mengetahui rahasia kebahagiaan.”

“Apa katamu, anak muda?” sang holyman menimpali, “kebahagiaan ?”

Ia menghela napas. Raut wajahnya menyatakan keengganan. “Ketahuilah, anak muda, waktuku terlalu berharga untuk dipakai menjawab pertanyaan sesederhana itu. Setelah ini aku masih harus menghadiri rapat bisnis dengan kolega. Setelahnya ada undangan makan dengan partner project dari negeri sebelah.”

Sang holyman tampak berpikir. “Baiklah. Sebagai penghargaan atas usahamu yang luar biasa untuk bisa datang ke sini, kuberikan kamu kesempatan.” Sang pemuda tampak sumringah. “Hmm, karena kamu baru datang, mungkin ada baiknya kalo kamu saya kasih kesempatan buat melihat-lihat istanaku dulu. Cobalah nikmati semua yang ada di istanaku. Tapi ada satu syarat: selagi kamu menegelilingi istanaku, kamu harus memegang sendok yang aku tetesi 2 tetes minyak. Tetesan minyak itu nggak boleh jatuh saat nanti kamu kembali.”

“Saya akan kembali 2 jam lagi, “ ujar sang holyman sebelum pergi meninggalkan sang pemuda itu dengan sendok yang ia maksud.

Sang pemuda senang luar biasa. Ia berpikir, jarak dirinya dengan rahasia kebahagiaan yang selama ini dicari-cari hanya tinggal dibatasi tabis tipis. Ia pun berjalan-jalan dik istana itu. Ia datangi perpustakaan yang ada di lantai dasar. Ia datangi pula kebun-kebunnya yang tampak hijau dengan buah-buahan yang ranum. Tak ketinggalan ruang tengah yang megah, koridor-koridor yang tampak tak berujung, beberapa ruangan yang dibiarkan terbuka ia sambangi juga. Tapi ia tetap menjaga tetesan minyak yang ada di sendoknya tidak jatuh sesuai aturan yang diberikan holyman itu tadi.

Dua jam berlalu, dan ia kini menghadap sang holyman kembali. “Apa yang kamu lihat dalam 2 jam ini ?” tanya sang holyman.

“Aku pergi ke perpustakaanmu yang megah demi melihat berbagai koleksi bukumu yang begitu lengkap. Kebunmu yang hijau dan luas pun aku kunjungi, “ ujar sang pemuda.

“Bagaimana menurutmu perpustakaanku ? Apa yang paling kamu suka dari situ? Apakah kamu melihat koleksi-koleksi buku lama milikku ?”

Sang pemuda tersentak. Ia baru tersadar bahwa selama dua jam ini ia hanya berjalan dan menyaksikan isi istana tanpa benar-benar mengamati atau menikmatinya demi menjaga tetesan minyak di tangannya tidak jatuh.

Holyman mengamati pemuda di hadapannya itu. “Baiklah. Aku mengerti. Sekarang aku kasih 2 jam lagi, dan sekarang cobalah nikmati isi istanaku.”

Kali ini sang pemuda benar-benar mencoba menikmati setiap jengkal yang ada di istana itu. Di perpustakaan, ia mencoba membaca buku-buku kuno yang dari dulu ia cari-cari. Bahkan ia pun sampai hapal warna karpet perpustakaan yang lembut. Di kebun, ia mencoba buah-buahan yang memang dihidangkan di situ. Ia duduk di kursi taman sembari menikmati rindangnya pepohonan di kebun.

Dua jam kemudian, ia kembali menghadap sang holyman. Kali ini, pertanyaan sang holyman membuatnya pucat pasi, “di mana sendok dan tetesan minyak itu ?” Ya, gara-gara terlalu konsentrasi untuk menikmati apa yang ada, ia lupa pada syarat awal yang diberikan itu.

* * *

Konon kisah ini diambil dari sebuah novel “The Alchemist” karya Paulo Coelho. Saya nggak tahu persis kebenarannya, karena ketika dicek di Google, versi asli cerita di novel itu jauh lebih panjang dibanding kisah di atas.

Bagaimanapun, kisah tersebut seharusnya cukup menginspirasi. Pelajarannya sederhana. Kita di-encourage untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya, “menjelajahi” dunia dan isinya, mencari pengalaman-pengalaman yang membangun, mengenal banyak orang dan menjalin network—tapi tetap dengan syarat menjaga hal-hal yang menjadi landasan personal value yang kita miliki, 2 tetes minyak itu. Al-Quran dan hadits. Itu intisari kebahagiaan. Ini yang membedakan kita dengan orientalis, kita dengan orang-orang atheis, kita dengan orang-orang agama lain.

Tidak ada komentar: