Semangat Saya

Hari ini adalah hari saya..
semangat ini adalah semangat saya...
cinta ini, cinta saya..
semua ini, milik saya...

tapi.. Allah lah yang memiliki saya.. pun semua yang terakui...

Sabtu, 31 Desember 2011

Dalam dekapan ukhuwah

Karena beda antara kau dan aku sering kali jadi sengketa
Karena kehormatan diri sering kita tinggalkan di atas kebenaran
Karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus sejuta kebaikan yang lalu
Wasiat Sang nabi itu terasa berat sekali:
“Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara”

Mungkin lebih baik kita berpisah sementara,sejenak saja
Menjadi kepompong dan menyendiri
Berdiri malam-malam bersujud dalam-dalam
Bertafakkur bersama iman yang menerangi hati
Hungga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari
Melantunkan kebaikan di antara bunga,menebarkan keindahan pada dunia

Lalu dengan rindu kita kembali ke daLam dekapan ukhuwah
Mengambil cinta dari langit dan menebarkannya dibumi
Dengan persaudaraan suci; sebening prasangka,selembut nurani,
sehangat semangat,senikmat berbagi.,dan sekokoh janji…

Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit.
Lalu menebarkannya di bumi.Sungguh di surga menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta.Mari kita mambangunnya disini, dalam dekapan ukhuwah.
“..Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman.Jikapun kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka,takkan bisa kau himpunkan hati mereka.Tetapi Allah lah yang telah menyatupadukan mereka..”
(Q.S. Al-Anfal : 63)

Senin, 17 Oktober 2011

Merasa Cukup

Merasa cukup berarti pula kita masih bisa menyisihkan penghasilan, seberapapun kecilnya untuk orang lain. Jika selalu merasa kurang, masa bisa kita berbagi? ini bukan soal angka, tapi soal rasa. Meskipun secara nominal penghasilan seseorang termasuk besar, jika selalu merasa kurang, maka dia selalu punya alasan untuk menikmatinya sendiri. Sebaliknya, meskipun secara angka penghasilannya tidak seberapa, karena merasa cukup, maka seseorang selalu bisa berbagi. *Tarbawi edisi259 Th 13*

Alhamdulillah yah... *to be continue...

Minggu, 05 Juni 2011

Proaktif?? ayoo... lanjutkan bacanya...


"Siapa kita ?"
Sebagian orang beranggapan bahwa pada dasarnya "kepribadian" setiap
orang telah dibentuk, bukan dari "kekuasaannya" sendiri dalam
memilih "warna" pribadinya. Ia "telah dibentuk" oleh cara orang
tuanya membesarkannya, atau dari adat di sukunya, atau dari kondisi
lingkungan di mana saat itu ia berada. Ada juga yang menganggap
bahwa pertanyaan di atas dapat dijawab dengan mendengarkan pihak
eksternal daripada mendengar dari yang bersangkutan, bagaimana
lingkungan berbicara tentangnya.

Pada kenyataannya, orang-orang yang memiliki nama besar justru
membuktikan bahwa sebenarnya setiap manusia mempunyai kebebasan
sejati untuk menentukan jawaban "siapa diri"-nya. Tidak bergantung
pada sikap orang kepadanya, juga kondisi lingkungannya. Karena setiap
orang memiliki kebebasan ini, maka setiap orang juga bertanggung
jawab penuh atas kehidupannya sendiri. Inilah arti proaktivitas.
Tidak "menyerahkan" diri pada faktor eksternal untuk mengendalikan
hidup kita. Kebalikannya adalah reaktif : menyalahkan keadaan,
mencari kambing hitam atas kelemahan dan ketidakmampuan diri. Di
antara stimulus (keadaan, lingkungan, orang-orang) dan respons, kita
memiliki kebebasan untuk memilih. Karena sebenarnya, bukan apa yang
orang lain perbuat atau bahkan bukan pula kesalahan kita sendiri yang
paling melukai kita, melainkan respons kita terhadap hal-hal itu. Tak
ada yang dapat menyakiti kita tanpa kita menyetujuinya.

Proaktif tidak sekedar berarti biasa mengambil inisiatif. Tetapi
selain berinisiatif, juga memahami dengan jeli permasalahan yang
dihadapinya dengan kaca mata nilai yang akurat, dan tidak semata
mengikuti perasaan. Orang proaktif dapat meletakkan perasaan setelah
nilai. Orang proaktif memahami dengan baik kekuatan dan kelemahan di
dalam dan di luar dirinya, dan ia dapat menjadi manajer yang baik
terhadap hal-hal tersebut untuk kemajuan dirinya.

Hal ini karena sifat dasar manusia yang sebenarnya adalah bertindak,
bukan menjadi dasar tindakan. Meskipun, tidak berarti kita menjadi
agresif dan menjengkelkan. Karena proaktif tidak berarti meletakkan
tanggung jawab di tangan kita untuk membuat segalanya terjadi.

Apakah kita orang yang proaktif atau reaktif ? Bahasa kita adalah
indikator yang sangat riil mengenai tingkat di mana kita memandang
diri kita sebagai orang yang proaktif. Seberapa seringkah kita
mengatakan, "Saya harus," "Memang begitulah saya",
"Seandainya・. Sebaliknya, seberapa sering pulakah kita
mengatakan, "Saya memilih,", "Saya dapat", "Saya akan,"・
Kelompok pertama adalah bahasa reaktif, dan yang kedua adalah bahasa
proaktif.

Orang reaktif banyak menggunakan kalimat "sendainya mempunyai" :
"seandainya saya mempunyai rumah yamg sudah lunas, saya tentu
bahagia," "Seandainya saya mempunyai suami yang lebih sabar, tentu
hidup saya lebih menyenangkan," dan sejenisnya. Sedangkan orang
proaktif akan menggunakan kalimat "Menjadi" atau "Akan menjadi" :
"Saya dapat menjadi lebih sabar," "Saya dapat belajar dan
berusaha", "saya akan menjadi orang yang bisa mendengar dan
memahami."

Di dalam diri setiap manusia, ada banyak hal yang manusiawai untuk
dikhawatirkan : kesehatan, anak-anak, karir, utang negara. Kita
menyebutnya Lingkaran Kekhawatiran. Saat kita menengok ke dalam
lingkaran kekhawatiran kita, maka kita dapat melihat bahwa di dalam
lingkaran tersebut ada hal-hal yang dapat kita lakukan terhadapnya.
Kita memasukkannya ke dalam "Lingkaran Pengaruh." Orang proaktif
memusatkan energinya untuk bekerja pada lingkaran pengaruh, sehingga
menghasilkan energi yang memperbesar lingkaran pengaruhnya dan
memperkecil lingkaran kekhawatirannya. Artinya, ia bekerja terus pada
hal-hal yang dapat diusahakannya dan tidak berlama-lama/menghabiskan
banyak energi dalam kekhawatirannya. Sebaliknya, orang reaktif akan
memusatkan energinya pada lingkaran kekhawatiran sehingga
menghasilkan energi negatif yang memperkecil lingkaran pengaruh
mereka.

Menurut kendalinya, masalah dapat dikelompokkan dalam 3 area :
masalah yang melibatkan perilaku kita sendiri (kendali langsung),
masalah yang meibatkan perilaku orang lain (kendali tak langsung) dan
masalah yang kita tidak dapat berbuat sesuatu terhadapnya, seperti
masa lalu atau realitas situasi (tanpa kendali). Masalah kendali
langsung dipecahkan dengan memperbaiki kebiasaan kita 北emenangan
pribadi-- . Masalah kendali tak langsung dipecahkan dengan mengubah
metode pengaruh kita 北emenangan publik. Masalah tanpa kendali
memerlukan sikap lapang dada, dan belajar hidup bersamanya serta
mengambil pelajaran darinya.

Sesuatu yang patut kita renungkan dalam-dalam adalah konsekuensi.
Kita memiliki kebebasan untuk bertindak, tetapi kita tidak memiliki
kebebasan memilih konsekuensi tindakan kita. Tindakan dan konsekuensi
adalah dua ujung yang berada pada satu tongkat yang sama. Saat kita
mengangkat satu ujung, ujung lain pun ikut terangkat. Dengan kata
lain, bagaimana keadaan kita hari ini adalah akibat dari keputusan
kita kemarin. Kadang-kadang kita menyadari bahwa kemarin kita telah
mengangkat tongkat yang salah. Sikap proaktif terhadap kesalahan
adalah segera mengakuinya dengan sportif, kemudian belajar darinya.

Bagian paling inti dari proaktivitas kita adalah kemampuan kita untuk
membuat komitmen dan memenuhinya. Cobalah dalam tiga puluh hari untuk
mengenali diri Anda, dengarkan bahasa Anda dan orang di sekitar Anda.
Buatlah komitmen kecil dan lihatlah bagaimana Anda memenuhinya.

http://ummahattokyo.tripod.com

16 Cara Praktis Untuk Mengembangkan Diri


Banyak orang yang ingin berkembang, tapi banyak juga dari mereka yang bingung bagaiamana atau darimana harus memulai. Berikut 16 cara praktis untuk membantu anda dalam mengembangkan kemampuan diri.

1. Membaca buku setiap hari

Tidak ada cara yang lebih mudah dalam menambah pengetahuan untuk mengembangkan diri kecuali membaca buku. Membaca buku setiap hari akan membuka wawasan dan pengetahuan anda mengenai ilmu-ilmu pengembangan diri yang sedang tren saat ini.

2. Mempelajari bahasa baru

Berapa banyak bahasa yang anda kuasai saat ini? tiga? empat? atau lima bahasa? Semakin banyak bahasa yang anda kuasai, maka semakin tinggilah nilai jual anda, dan tentu saja otak anda akan lebih bermafaat.

3. Cari hobi baru

Jangan pernah meremehkan hobi, jika anda merasa hobi adalah aktifitas buang-buang waktu, maka anda harus berfikir ulang. Selain bisa membuat rileks yang akhirnya berimbas pada ‘kesegaran’ pikiran, hobi juga bisa menghasilkan keuntungan, baik materi atau tidak.

Carilah hobi baru, jika anda suka olahraga dan penyuka futsal, maka pelajari juga olahraga lain seperti renang misalnya.

4. Ambillah kursus

Mengikuti kursus merupakan cara lain untuk mengembangkan kemampuan anda.

5. Cipatakan ruangan ‘kreatif’

Ruangan yang kreatif akan merangsang otak kita untuk menciptakan sesuatu yang kreatif juga. Buatlah ruang kerja anda ‘berbeda’, jangan hanya sebuah ruangan kotak yang menjemukan yang seolah-olah mengusir anda untuk segera pulang.

6. Tingkatkan kemampuan anda

Sejauh mana kemampuan Public Speaking anda? atau sudah berapa teknik wawancara yang anda kuasai? Tingkatkan kemampuan yang anda miliki hingga anda merasa ahli pada kemampuan tersebut. Jangan pernah berhenti untuk terus mengembangkan kemampuan anda.

7. Bangun lebih pagi

Jika anda bangun lebih pagi itu artinya waktu untuk mengerjakan hal-hal produktif ikut bertambah.

8. Miliki waktu olaharaga secara rutin

Kemampuan sebaik apapun tidak akan bisa maksimal jika kondisi badan anda tidak sehat. Buatlah waktu rutin untuk berolahraga, jangan sampai kemampuan anda tertutup penyakit yang sering menghampiri tubuh anda.

9. Menulis

Menulis merupakan salah satu aktifitas yang mampu mengasah kemampuan otak anda secara penuh. Jurnal, buku atau blog bisa menjadi alternatif untuk memulai tulisan pertama anda.

10. Keluar dari rutinitas

Salah satu hal yang membuat kreatifitas macet adalah rutinitas. Keluarlah dari rutinitas anda. Contoh sederhana, cobalah anda berangkat ke kantor dengan rute yang berbeda dari biasanya.

11. Mintalah umpan balik

Umpan balik atau feedback merupakan hal penting untuk mengukur sejauh mana hasil yang anda dapat. Mintalah umpan balik dari rekan kerja atau keluarga dan gunakan hal itu sebagai acuan untuk mengembangkan kemampuan diri anda.

12. Belajar dari orang lain

“Bahkan orang bodoh-pun bisa benar”, demikian kira-kira istilah yang tepat untuk menggambarkan point ini. Setiap orang unik dan setiap orang merupakan guru bagi kita. Jangan merasa bahwa anda merasa lebih pintar dalam segala hal, tetaplah rendah hati dan mau membuka diri terhadap orang lain.

13. Keluar dari kebiasaan buruk

Sering terlambat masuk kantor? atau sering mengingkari janji? itu adalah beberapa contoh kebiasaan buruk. Segera tinggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk anda. Kebiasaan buruk sekecil apapun bisa mengakibatkan hambatan dalam mengembangkan kemampuan anda.

14. Mulailah berbisnis

Berbisnis merupakan suatu hal yang sangat menantang. Banyak pengalaman yang akan anda dapatkan dari berbisnis. Jadi jangan ragu, walaupun kecil, belajarlah untuk berbisnis.

15. Tentukan waktu istirahat

Manusia memiliki batas, bahkan mesin-pun butuh istirahat. Atur waktu istirahat anda, dan tepati itu.

16. Patuhi komitmen

Sebaik apapun rencana yang anda buat, sebaik apapun tools dan fasilitas yang anda punya, tanpa sebuah komitmen maka rencana dan mimpi anda mustahil untuk terwujud. Jaga selalu komitmen dan konsisten pada mimpi dan tujuan anda.

By Afit Husni K
http://lifehacks.web.id

Ayo.. berkembang.. dengan tantangan


Kisah menarik tentang upaya nelayan Jepang untuk mempertahankan ikan agar
tetap segar sampai ke tangan pelanggan.

Akhir-akhir ini sangat sedikit ikan yang ditangkap di perairan dekat
pantai sehingga nelayan harus pergi melaut ke tempat agak jauh. Akibatnya,
ikan yang diterima pelanggan sudah tidak segar lagi, harga pun jatuh.
Untuk mengatasi hal ini, paguyuban nelayan mengusahakan Freezer (lemari
pendingin) dibawa di atas perahu, agar sekalipun ikan tersebut telah mati,
namun tetap beku dan tidak busuk. Upaya ini ternyata tidak juga memuaskan
pelanggan penikmat ikan segar, mereka mengatakan ‘cita rasa’ ikannya telah
berkurang karena sudah mati dan dibekukan.

Langkah berikutnya yang ditempuh para nelayan adalah membawa tangki-tangki
yang agak besar ketika melaut. Ikan-ikan yang telah dijaring selanjutnya
dimasukkan ke dalam tangki-tangki dalam keadaan hidup. Mereka dijejalkan
dalam tangki tersebut. Setelah sekian lama, ikan-ikan tersebut
berdesak-desakkan dan saling bertabrakan, lama kelamaan ikan-ikan tersebut
lemas namun tetap hidup. Namun masyarakat Jepang tetap tidak suka
menikmati ikan lemas, karena cita rasanya berbeda dibandingkan dengan ikan
yang tetap hidup.

Paguyuban nelayan Jepang pun kembali berpikir keras tentang bagaimana
supaya ikan yang ditangkap tetap hidup dan segar. Usaha berpikir keras
ternyata membuahkan ide yang luar biasa. Kini ketika para nelayan melaut,
mereka tetap membawa tangki, namun jumlah ikan yang dimasukkan ke dalamnya
agak dikurangi. Uniknya lagi, setelah semua ikan dimasukkan ke tangki dan
siap dibawa ke pantai, para nelayan tersebut memasukkan seekor ikan hiu
kecil ke dalam tiap tangki. Ikan hiu tersebut memang memakan ikan-ikan
yang ada di dalam tangki, namun tidak banyak. Sementara ikan-ikan yang
lain lari
dikejar-kejar hiu yang berada dalam tangki itu. Alhasil, ikan-ikan
tersebut tetap dalam kondisi siaga dan takut yang tanpa disadarinya telah
tiba di pantai.Pelanggan pun merasa puas memperoleh ikan yang tetap hidup
dan segar.

“ Tantangan dan masalah merupakan tanda bahwa kita masih hidup. “ demikian
seorang filsuf bertutur.

Tantangan sesungguhnya membuat seseorang semakin matang dan dewasa dalam
perkembangan mental. Anak-anak yang terlalu enak menikmati fasilitas
orangtuanya, terkadang memiliki mentalitas yang rapuh ketika harus
berhadapan dengan situasi kritis dalam kehidupannya kelak. Karyawan yang
hanya menjalankan rutinitas pekerjaan tanpa ada dinamika kerja, tentu akan
mematikan semangat untuk mengembangkan kompetensi lebih tinggi lagi. Para
pemimpin yang manja dan berharap tidak ada dinamika pekerjaan akan
memunculkan kompetensi yang lemah dalam proses pemgambilan keputusan.

Tidak ada tantangan yang terlalu kecil untuk dilewati, demikian pula tidak
ada tantangan yang terlalu besar untuk dilewati. Semua liku-liku kehidupan
sesungguhnya telah diatur Sang Khalik sehingga tidak melewati batas
kemampuan kita sebagai manusia. Ketika tantangan kehidupan dirasa terlalu
ringan dan belum ada dinamika yang dirasakan, mungkin kita memerlukan
‘hiu-hiu kecil kehidupan’.

Disadur dari Buku Setengah Isi Setengah Kosong karya Parlindungan Marpaung.

Negara Jepang, dengan caranya sendiri mampu mengantarkan masyarakatnya menjadi masyarakat dengan peradaban modern. Rahasia pencapaian kemajuan mereka adalah Keizen. Kaizen adalah konsep yang diperkenalkan oleh Masaaki Imai, seorang pakar produktivitas perusahaan Jepang. Imai yang sejak tahun 1950-an mempelajari produktivitas industri Amerika kemudian menulis buku Kaizen, The Key to Japan s Competitive Success (1986) yang berisi rahasia keberhasilan perusahaan dan industri Jepang.

Strategi Kaizen merupakan konsep tunggal manajemen Jepang yang menjadi kunci sukses dalam persaingan. Kaizen berarti penyempurnaan secara kontinyu dan melakukan pengembangan secara total dengan melibatkan semua unsur dan potensi yang ada. Kaizen berorientasi pada proses dan usaha yang optimal, berbeda dengan manajemen Barat yang lebih berorientasi pada hasil.


Upaya pengembangan diri
Pengembangan diri sebenarnya merupakan proses pembaruan. Proses ini disebut oleh Stephen R. Covey dalam The 7 habits of Highly Effective People (1993) sebagai konsep asah gergaji. Pembaruan yang dilakukan, menurut Covey mesti meliputi empat dimensi yaitu: pembaruan fisik, spiritual, mental dan sosial/emosional.

Pembaruan fisik dapat dilakukan dengan melalui olahraga, asupan nutrisi, dan upaya pengelolaan stres. Pembaruan spiritual dapat diraih melalui penjelasan tentang nilai dan komitmen, melakukan studi atau kajian dan berkontemplasi atau berdzikir. Dimensi mental dapat diperbarui melalui kegiatan membaca, melakukan visualisasi, membuat perencanaan dan menulis. Adapun dimensi sosial/emosional diasah melalui pemberian pelayanan, bersikap empati, melakukan sinergi dan menumbuhkan rasa aman dalam diri. Dalam proses pengembangan diri diperlukan keseimbangan (tawazun) dan sinergi (tanasuq) untuk mencapai hasil optimal sebagaimana yang diharapkan.

Pengembangan diri tidak muncul begitu saja. Untuk meraihnya, diperlukan latihan dengan pola seperti spiral. Pola ini melatih kita untuk bergerak ke atas sepanjang spiral secara terus-menerus. Pola spiral ini memaksa kita untuk melalui tiga tahap kegiatan yakni belajar, berkomitmen, dan berbuat. Latihan ini harus terus-menerus berjalan secara berulang-ulang sampai kualitas dan produktivitas diri kita menjadi semakin tinggi.

Apa yang perlu dikembangkan?
Dalam melakukan pengembangan diri, kita memerlukan tolok ukur yang nyata dan aplikatif untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan yang telah kita capai . Konsep Sharpening Our Concept and Tools (SHOOT) yang dikembangkan oleh Lembaga Manajenen Terapan Trustco berikut ini dapat kita jadikan sebagai contoh daftar aktivitas pengembangan diri.

1.Memperluas pengetahuan mengenai fakta situasional. Jangan bersikap tak acuh dengan lingkungan sekitar;
2.Menjalin hubungan dengan orang lain;
3.Mengelola waktu secara efektif;
4.Menjaga keaktualan pengetahuan agar tidak tertinggal dan relevan. Jangan malas mencari pengetahuan baru;
5.Berlatih untuk mengumpulkan fakta dan membuat asumsi;
6.Membuat jurnal pribadi dengan menggunakan catatan harian agar jadwal kita menjadi teratur.;

Menentukan batas-batas kekuasaan dan otoritas yang kita miliki
1.Jelas agar kita dapat leluasa berkembang;
2.Mendengarkan dengan seksama;
3.Melakukan pengambilan keputusan dengan baik;
4.Membiasakan membuat teknik perencanaan (planning) yang baik.

Melakukan secara mandiri
Proses pengembangan diri yang kita lakukan tidak akan berjalan lancar apabila kita mengandalkan dukungan dari luar. Diperlukan sebuah etos tarbiah dzatiyah (self education) yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Pembelajaran yang harus dilakukan secara mandiri ini setidaknya mencakup tiga hal, yaitu: kemampuan membuat kurikulum atau agenda pribadi (self curriculum), kemampuan menjadi pembelajar yang cepat (speed learner), dan belajar secara mandiri (self learning).

Melakukan proses pengembangan diri memang tidak bebas hambatan, bahkan seringkali penuh kendala. Albert Ellis, psikolog dan penulis terkenal dalam bukunya Feeling Better, Getting Better, Staying Better (2001) memperkenalkan konsep terapi Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT) . Konsep ini diperkenalkan oleh Ellis untuk membantu mengatasi hambatan dalam pengembangan diri. Beberapa hal yang disampaikannya berikut ini dapat menjadi bahan renungan kita:

Bicara adalah perkara mudah. Namun, hanya bicara yang diikuti oleh tindakan yang dapat membuat segalanya menjadi lebih baik.

·Anda tidak akan dapat mencapai kemajuan apabila selalu mengerjakan sesuatu dengan cara yang sama. Oleh karena, mengubah cara harus sering dilakukan meskipun dapat membuat anda merasa kurang nyaman.

·Anda harus berusaha menghentikan kebiasaan yang tidak baik dengan sungguh-sungguh.

·Semakin lama anda tenggelam dalam perilaku yang merugikan diri sendiri, semakin lama anda harus berjuang untuk menghentikannya.

·Menghindari tindakan yang anda kuatirkan akan gagal hanya dapat mengurangi kecemasan anda sementara. Dalam jangka panjang, penghindaran ini justru dapat berakibat buruk. Oleh karena itu lebih baik menghadapinya, ketimbang mengindar.

·Makin sering anda berfikir bahwa anda tidak berguna dan tidak berharga setelah mengalami kegagalan, semakin sulit anda mencapai keberhasilan.

·Kalau anda ingin menemukan kedamaian dan kegembiraan di dunia dan Insya Allah di surga nanti, atau ingin menjadi lebih baik, anda harus memaksa diri untuk melakukannya.

Sikap diri seperti di atas perlu dibangun karena menentukan gaya manajemen pengembangan diri anda. John Maxwell dalam The Winning Attitude; Your Key to Personal Success (1993) menyimpulkan bahwa sikap hidup menentukan tindakan, pola hubungan dengan orang lain, perlakuan yang kita terima dari orang lain, keberhasilan dan kegagalan, menentukan hasil akhir, cara pandang yang positif dan optimis. Ia juga menyatakan, sikap anda sekarang adalah hasil dari sikap-sikap anda selama ini.

Oleh karena itu sangat tepat jika kita selalu berpegang pada pesan Nabi saw dalam hadits riwayat al-Bukhari, segala aktivitas ditentukan oleh niat dan seseorang akan menuai hasil aktivitasnya sesuai dengan niatnya. Niat itulah sebenarnya yang merupakan benih dari sikap diri sehingga perlu dijaga kesucian dan kekuatannya. Dengan demikian, niat dapat memberikan energi positif dalam pengembangan diri. Nabi juga bersabda bahwa sangatlah beruntung seseorang yang senatiasa menyibukkan diri dengan kekurangannya, ketimbang mengorek kekuarangan orang lain. (QS. Ali Imran: 110-194) -maj. Ummi oleh Ust.Setiawan Budi Utomo-

Sabtu, 04 Juni 2011

Berjuang dengan Ikhlas


Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan Allah, tidak ada yang mendorongnya keluar dari rumah selain jihad di jalan-Nya dan membenarkan kalimat-kalimat-Nya untuk memasukkannya ke surga atau mengembalikannya ke tempat tinggal semula dengan membawa pahala atau ghanimah.” (Diriwayarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

Banyak orang yang berjuang. Tapi tidak sebanyak itu yang berjuang dengan ikhlas. Melalui interaksi dengan Kitabullah dan Nabi Muhammad saw., para sahabat memahami betul bahwa memurnikan (mengikhlaskan) orientasi dan amal hanya untuk Allah adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawa-tawar lagi. Mereka meyakini sepenuhnya bahwa hal itu merupakan kunci untuk memperoleh pertolongan dan dukungan Allah dalam setiap pertempuran yang mereka terjuni, menghadapi musuh-musuh mereka, baik musuh dari dalam diri maupun dari luar mereka. Mereka mendengar firman Allah swt.:

“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” [At-Taubah (9):120]

Para sahabat memahami hal itu dan mengaplikasikannya dalam diri mereka. Maka dampaknya pun terlihat dalam perilaku mereka. Syadad bin Al-Hadi mengatakan, seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah saw. lalu beriman dan mengikutinya. Orang itu mengatakan, “Aku akan berhijrah bersamamu.” Maka Rasulullah saw. menitipkan orang itu kepada para sahabatnya. Saat terjadi Perang Khaibar, Rasulullah saw. memperoleh ghanimah (rampasan perang). Lalu beliau membagi-bagikannya dan menyisihkan bagian untuk orang itu seraya menyerahkannya kepada para sahabat. Orang itu biasa menggembalakan binatang ternak mereka. Ketika ia datang, para sahabat menyerahkan jatahnya itu. Orang itu mengatakan, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah bagianmu yang dijatahkan oleh Rasulullah saw.” Orang itu mengatakan lagi, “Aku mengikutimu bukan karena ingin mendapatkan bagian seperti ini. Aku mengikutimu semata-mata karena aku ingin tertusuk dengan anak panah di sini (sambil menunjuk tenggorokannya), lalu aku mati lalu masuk surga.” Rasulullah saw. mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah, maka Dia akan meluluskan keinginanmu.” Lalu mereka berangkat untuk memerangi musuh. Para sahabat datang dengan membopong orang itu dalam keadaan tertusuk panah di bagian tubuh yang ditunjuknya. Rasulullah saw. mengatakan, “Inikah orang itu?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. berujar, “Ia telah jujur kepada Allah, maka Allah meluluskan keinginannya.” Lalu Rasulullah saw. mengafaninya dengan jubah beliau kemudian menshalatinya. Dan di antara doa yang terdengar dalam shalatnya itu adalah: “Allaahumma haadza ‘abduka kharaja muhaajiran fii sabiilika faqutila syahiidan wa ana syahidun ‘alaihi” (Ya Allah, ini adalah hamba-Mu. Dia keluar dalam rangka berhijrah di jalan-Mu, lalu ia terbunuh sebagai syahid dan aku menjadi saksi atasnya).” (Diriwayatkan oleh An-Nasai)

Anas Bin Malik –-semoga Allah meridhainya– menceritakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. seraya mengatakan, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku orang hitam, buruk rupa, dan tidak punya harta. Jika aku memerangi mereka (orang-orang kafir) hingga terbunuh, apakah aku masuk surga?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” Lalu ia maju dan bertempur hingga terbunuh. Ia lalu dibawa kepada Rasulullah saw. dalam keadaan sudah meninggal. Rasulullah saw. mengatakan, “Sungguh Allah telah membuat indah wajahmu, membuat harum baumu, dan membuat banyak hartamu.” Beliau kemudian melanjutkan, “Aku telah melihat kedua isterinya dari kalangan bidadari mereka berebut jubah yang dikenakannya. Mereka masuk antara kulit dan jubahnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Hakim)

Begitulah para sahabat mempraktikkan ikhlas dalam perjuangan. Dan begitu pulalah seharusnya kita mempraktikkannya. Dan jika ada bersitan dalam jiwa selain keikhlasan, maka hendaknya kita ingat hal-hal berikut ini:

Pertama, bahwa Allah mengawasi, mengetahui, mendengar, melihat kita. Firman-Nya: “Dan Dialah Allah (Yang Disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan; dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” [Al-An'am (6): 3]

, bahwa Allah mengawasi, mengetahui, mendengar, melihat kita. Firman-Nya: [Al-An'am (6): 3]

Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.” Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Ali Imran (3): 29]

[Ali Imran (3): 29]

Kedua, bahwa orang yang riya (ingin dilihat orang) atau sum’ah (ingin didengar orang) dalam beramal akan dibongkar oleh Allah semenjak di dunia sebelum di akhirat. Dan mereka tidak mendapatkan bagian dari amal mereka selain dari apa yang dinginkannya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang ingin (amalnya) didengar orang, maka Allah akan membuatnya didengar; dan siapa yang ingin (amalnya) dilihat orang, maka Allah akan membuatnya dilihat orang.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

, bahwa orang yang (ingin dilihat orang) atau (ingin didengar orang) dalam beramal akan dibongkar oleh Allah semenjak di dunia sebelum di akhirat. Dan mereka tidak mendapatkan bagian dari amal mereka selain dari apa yang dinginkannya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang ingin (amalnya) didengar orang, maka Allah akan membuatnya didengar; dan siapa yang ingin (amalnya) dilihat orang, maka Allah akan membuatnya dilihat orang.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

Ketiga, bahwa kekalahan yang diderita kaum Muslimin dewasa ini adalah akibat ulah kita sendiri. Firman-Nya:“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” [Yunus (10): 44]

, bahwa kekalahan yang diderita kaum Muslimin dewasa ini adalah akibat ulah kita sendiri. Firman-Nya: [Yunus (10): 44]

Keempat, bahwa ketidak-ikhlasan menghancurkan amal, besar maupun kecil. Dan dengan demikian berarti kita telah membuat perjuangan kita bertahun-tahun sia-sia belaka. Allah swt. berfirman: “Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang telah melakukan kezaliman.” [Thaha (20): 111]. “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” [Al-Furqan (25): 23]

, bahwa ketidak-ikhlasan menghancurkan amal, besar maupun kecil. Dan dengan demikian berarti kita telah membuat perjuangan kita bertahun-tahun sia-sia belaka. Allah swt. berfirman: [Thaha (20): 111]. [Al-Furqan (25): 23]

Dan Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar mengetahui orang-orang dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan-kebaikan seperti gunung Tihamah. Lalu Allah menjadikannya bagaikan debu yang tertiup angin.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, terangkanlah sifat mereka kepada kami agar kami tidak seperti mereka, karena kami tidak mengetahui mereka.” Rasulullah saw. menjelaskan, “Mereka adalah termasuk saudara-saudara kamu dan seperti kulitmu. Mereka menggunakan waktu malam seperti yang kamu lakukan, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang jika berhadapan dengan larangan-larangan Allah mereka melanggarnya.” (Riwayat Ibnu Majah)

Kelima, orang-orang yang beramal bukan karena Allah adalah orang yang pertama dibakar untuk menyalakan neraka. Dalam hadits panjangnya, Rasulullah saw. menjelaskan nasib tiga kelompok manusia yang celaka di hari akhirat karena beramal dengan riya.

, orang-orang yang beramal bukan karena Allah adalah orang yang pertama dibakar untuk menyalakan neraka. Dalam hadits panjangnya, Rasulullah saw. menjelaskan nasib tiga kelompok manusia yang celaka di hari akhirat karena beramal dengan riya.

Keenam, orang-orang yang riya akan menjadi teman setan pada hari kiamat di dalam neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah bagi kita kisah Quzman, seperti yang diterangkan oleh Qatadah –semoga Allah meridhainya. Beliau menjelaskan, “Di antara kami ada orang asing dan diketahui siapa dia. Ia dipanggil Quzman. Adalah Rasulullah saw. setiap disebut namanya selalu mengatakan bahwa dia termasuk penghuni neraka. Saat terjadi Perang Uhud, Quzman terlibat dalam pertempuran sengit sampai berhasil membunuh delapan atau tujuh orang musyrik. Memang dia orang kuat. Lalu ia terluka lalu dibopong ke rumah Bani Zhufr. Beberapa lelaki dari kaum Muslimin mengatakan kepadanya, ‘Demi Allah, engkau telah diuji hari ini, hai Quzman, maka berbahagialah.’ Quzman menjawab, ‘Dengan apa aku bergembira. Demi Allah sesungguhnya aku berperang tidak lain karena membela nama kaumku. Jika bukan karena hal itu aku tidak akan turut berperang. Ketika merasakan lukanya semakin parah, ia mencabut panah dari tempatnya lalu bunuh diri.” (Al-Bidayah Wan-Nihayah, Ibnu Katsir)

, orang-orang yang riya akan menjadi teman setan pada hari kiamat di dalam neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah bagi kita kisah Quzman, seperti yang diterangkan oleh Qatadah –semoga Allah meridhainya. Beliau menjelaskan, “Di antara kami ada orang asing dan diketahui siapa dia. Ia dipanggil Quzman. Adalah Rasulullah saw. setiap disebut namanya selalu mengatakan bahwa dia termasuk penghuni neraka. Saat terjadi Perang Uhud, Quzman terlibat dalam pertempuran sengit sampai berhasil membunuh delapan atau tujuh orang musyrik. Memang dia orang kuat. Lalu ia terluka lalu dibopong ke rumah Bani Zhufr. Beberapa lelaki dari kaum Muslimin mengatakan kepadanya, ‘Demi Allah, engkau telah diuji hari ini, hai Quzman, maka berbahagialah.’ Quzman menjawab, ‘Dengan apa aku bergembira. Demi Allah sesungguhnya aku berperang tidak lain karena membela nama kaumku. Jika bukan karena hal itu aku tidak akan turut berperang. Ketika merasakan lukanya semakin parah, ia mencabut panah dari tempatnya lalu bunuh diri.” (, Ibnu Katsir)

Kita ingatkan jiwa kita dengan peringatan-peringatan tersebut agar dalam bergerak, berjuang, dan berkorban (tadhhiyah) senantiasa ikhlas karena Allah.

sumber: ypialarif.wordpress.com

Dakwah adalah Cinta -Ust. Rahmat Abdullah-


Dakwah adalah cinta

Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan
meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu.
Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang
umat yg kau cintai.

Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu. Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. .. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.

Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah. Beliau memang
akan tua juga. Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat
yg diturunkan Allah.

Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia memimpin hanya
sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi
orang miskin yg bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak.
Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja. Tubuh yang
segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah
kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai
jiwa yang tenang.

Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin Khathab juga
terlihat tercabik-cabik. Kepalanya sampai botak. Umar yang perkasa
pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana. Kurang heroik? Akhirnya
diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang
sejarah; luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang
bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.

Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Dakwah
bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah
bukannya sepi dari godaan kefuturan.

Tidak… Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama
mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari. Satu kisah heroik, akan
segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.

Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu
menemani… justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana
pun mereka pergi… akhirnya menjadi adaptasi. Kalau iman dan godaan
rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus
mengalah. Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk
mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam dada.

Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka.
Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda
dibandingkan jihad yang begitu cantik.

Begitupun Umar. Saat Rasulullah wafat, ia histeris. Saat Abu Bakar
wafat, ia tidak lagi mengamuk. Bukannya tidak cinta pada abu Bakar.
Tapi saking seringnya “ditinggalkan” , hal itu sudah menjadi
kewajaran. Dan menjadi semacam tonik bagi iman..

Karena itu kamu tahu. Pejuang yg heboh ria memamer-mamerkan amalnya
adalah anak kemarin sore. Yg takjub pada rasa sakit dan
pengorbanannya juga begitu. Karena mereka jarang disakiti di jalan
Allah. Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya
besar. Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu
mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang besar. Dan mereka justru
jadi lelucon dan target doa para mujahid sejati, “ya Allah, berilah
dia petunjuk… sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang… “

Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak. Jasadnya
dikoyak beban dakwah. Tapi iman di hatinya memancarkan cinta…
Mengajak kita untuk terus berlari…

“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”

(alm. Ust Rahmat Abdullah)

Kalau iman dan syetan terus bertempur. Pada akhirnya salah satunya
harus mengalah.

In memoriam Ust. Rahmat Abdullah

Semangat Menyambut Panggilan Dawah -Ust. Abdul Muiz, MA-



Mukadimah
Bersemangat dalam menyambut panggilan da’wah menunjukkan adanya keseriusan (jiddiyah) karena keseriusan adalah salah satu ciri kader militan. Keimanan seseorang belum sempurna kecuali apabila mendengar panggilan Allah dan Rasul-Nya segera menyambut panggilan tersebut dengan senang hati dan penuh semangat, Al-Qur’an mengingatkan kita tentang hal itu “Hai orang¬-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasai antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan “. (AI-Anfal :24 ).
Kader da’wah apabila mendengar panggilan da’wah ia sambut dengan kata-kata “sam’an wa tha’atan” (kami dengar dan kami taati) “labaik wa sa’daik” (kami siap melaksanakan perintah dengan senang nati). Para sahabat Rasul di saat menjelang perang Badar, ketika Rasul ingin mengetahui kesiapan mereka untuk perang menghadapi musyrikin Quraisy, mengingat tujuan awal mereka bukan untuk perang tetapi untuk menghadang kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan, namun kafilah itu berhasil meloloskan diri dari hadangan kaum muslimin, maka Rasul bermusyawarah dengan mereka tentang apa harus dilakukan. Dari kalangan Muhajirin Abu Bakar dan Umar bin Khattab menyambut baik untuk terus maju ke medan pertempuran.

Hasan AI-Banna berkata da’wah pada tahap pembinaan (takwin) shufi disisi ruhiyah dan askari (kedisiplinan) dari sisi amaliyah (operasional), slogannya adalah amrun wa thoatun (perintah dan laksanakan ) tanpa ada rasa bimbang, ragu, komentar, dan rasa berat’. (Risalah Pergerakan 2).

Empat Aspek Ruhul Istijabah

1. Istijabah Fikriyah (Menyambut dengan pikiran /dengan sadar).
Kader da’wah ketika mendapat tugas dari Murobbi, Pembina, maupun Qiyadah tidak hanya sekadar melaksanakan perintah dan tugas, tetapi ia sadar betul apa yang dikerjakannya adalah dalam rangka taat kepada Allah dan meraih ridho-Nya, bila dilakukan mendapat pahala dan bila tidak dilakukan dosa.
Karena itu para kader da’wah harus memahami, bahwa melaksanakan perintah dan tugas yang datang dari Murobbi, Pembina atau Qiyadah dalam rangka taat kepada Allah. karena Allah telah mewajibkan taat kepada pemimpin : “Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul serta (taatilah) pemimpin kamu… ” (An-Nisaa:59). Demi laksananya tugas secara maksimal maka seorang kader selalu memikirkan tentang bagaimana cara melaksanakan tugas dengan baik, maka ia harus memperhatikan waktu, cara dan sarana yang tepat sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai perintah, rencana, tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan.
Bahkan harus memiliki kemampuan memberikan saran, pendapatdan dan pandangannya demi terselenggaranya program dengan baik.

2. Istijabah Nafsiyah (Menyambut dengan perasaan/emosi).
Para aktivis dan kader da’wah bila mendapat perintah dan tugas, baik tarbawi, da’awi maupun tanzhimi harus menyamtbutnya dengan perasaan senang, gembira, bahagia dan bersemangat untuk melaksanakannya. Janganlah perintah dan tugas itu disambut dengan rasa berat, malas, enggan dan tidak bergairah. Apapun kondisi yang terjadi pada diri kita, baik dalam keadaan susah, berat maupun kekuatan ma’nawiyah tidak mendukung, apalagi dalam keadaan bergembira.
Bila datang panggilan da’wah kita tidak boleh menolaknya atau merasa enggan dan malas memenuhnya. Allah berfirman: ”Berangkatlah kamu dalam keadaan merasa ringgan ataupun ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (At-Taubah :41).
Kemudian pada ayat yang lain Allah menjelaskan,”Hai orang-orang yang beriman apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu “Berangkatlah untuk berperang di jalan Allah “; kamu merasa berat dan ingin di tempatmu Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal keni’matan hidup di dunia itu dibandingkan dengan kehidupan di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu “. (At¬Taubah:38-39).

3. Istijabah Maaliyah (Menyambut dengan harta).
Da’wah untuk menegakkan dinul Islam muka bumi adalah kerja besar bahkan tidak ada pekerjaan yang Iebih besar darinya. Kerja besar ini membutuhkan dana yang besar pula sebagaimana lazimnya proyek besar. Dalam proyek da’wah pendanaan ditanggung oleh para da’i sendir-i.
Berkorban dengan harta dan jiwa sudah menjadi satu paket yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya. Seperti apa yang Allah rmpaikan dalam Qur’an, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka… ” (At-Taubah : 111).

4. Istijobah Harakiyah (Menyambut dengan aktivitas)
Aktivis da’wah adalah yang orang aktif dalam kegiatan da’wah, selalu hadir dalam kegiatan da’wah dan berusaha untuk berada di barisan orang-orang mengutamakan kerja daripada berbicara. Bahkan berupaya untuk berada di garda terdepan dalam mempertahankan dan membela Islam. Perlu diingat, tugas da’wah yang diemban aktivis sangat banyak., lebih banyak dari waktu yang tersedia. Tugas antara lain, pertama: Kewajiban dalam Tarbiyah, tujuannya, agar kualitas dan dan mutu kader semakin baik. Kedua: Kewajiban dalam Da’wah, tujuannya, agar penyebaran da’wah semakin luas. Ketiga: Kewajiban yang sifatnya tanzhimiyah, bertujuan, agar amal jama’i stuktural semakin kokoh.

Melihat kondisi saat ini, dimana tuntutan da’wah begitu besar, yang disertai ancaman global, tentu hal ini, menuntut kesungguhan, keseriusan serta mobilitas da’wah dan jihad yang tinggi, jika tidak maka kekuatan batil yang akan berkuasa di bumi ini. Dalam hal ini, Allah berfirman, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar¬-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali¬-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan, ikutilah agama orang tua Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan begitu pula dalam al-Qur’an ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung”. (AI-Hajj :76 ).

Penutup
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah pikiran kita terkonsentrasikan dan terfokuskan untuk memikirkan umat, memikirkan bagaimana cara yang efektif dalam melakukan da’wah untuk mereka. Sudahkah kita menyumbangkan pendapat, gagasan dan ide terbaik untuk kemajuan da’wah. Sudahkah kita mempersembahkan kreatifitas untuk pengembangan da’wah yang lahir dari hasil kajian, telaah, renungan dan evaluasi kerja da’wah saat ini?!.
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah kita merasa gembira senang dan bahagia mana kala kita mendengar perintah, menerima tugas dan mendapatkan amanah da’wah.Apakah kita merasa bersedih, menangis dan merasa rugi jika kita tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik, tidak dapat ikut dalam kegiatan da’wah di saat uzur. Menyesalkah kita jika tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik ?!
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah kita mengeluarkan sebagian dari rizki yang kita dapatkan untuk kepentingan da’wah. Sudahkah kita berniat dan ber-Azam untuk menginfaqkan harta kita di jalan Allah? Sudahkah kita miliki tabungan da’wah?
Ikhwah dan Akhwat fillah, betulkah kita sebagai aktivis da’wah, apa buktinya? Apa kontribusi riil kita untuk da’wah? Apa prestasi da’wah kita selama ini? Sudah berapa orang yang telah kita rekrut melaui da’wah fardiyah atau da’wah jamahiriyah? sudah berapa orang kader yang kita tarbiyah? Sudahkah kita menjadikan waktu, kerja, profesi dan seluruh aktivitas kita sebagai kegiatan da’wah ?!
Ikhwah dan Akhwat fillah, keimanan kita baru diakui oleh Allah apabila ada ruhul istijabah pada diri kita, dan baru akan sempurna iman kita jika aspek-aspek istijabah itu telah terpenuhi. Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan terhadap orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka sebelum mereka berhijrah, akan tetapi jika ¬mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan “. (AI-Anfal : 72). ”Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta ¬berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi ¬pertolongan kepada orang-orang muhajirin, mereka itulah orang-orang yang bena-benar ¬beriman. Mereka memperoleh ampunan, rizki (ni’mat ) yang mulia “, (al-Anfal : 74)

Sumber: Majalah Tarbiyah Edisi 4 Th. I / Sya’ban-Ramadhan 1424 H/Oktober-November 2003 M

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada hamba-Nya yang berusaha...

Selasa, 31 Mei 2011

Fiqih Prioritas -Yusuf Qardhawi-



DI ANTARA konsep terpenting dalam fiqh kita sekarang ini ialah
apa yang sering saya (Yusuf Qardhawi) utarakan dalam berbagai buku saya, yang
saya namakan dengan "fiqh prioritas" (fiqh al-awlawiyyat).
Sebelum ini saya mempergunakan istilah lain dalam buku saya,
al-Shahwah al-Islamiyyah bayn al-Juhud wa al-Tatharruf, yaitu
fiqh urutan pekerjaan (fiqh maratib al-a'mal).
Yang saya maksud dengan istilah tersebut ialah meletakkan
segala sesuatu pada peringkatnya dengan adil, dari segi hukum,
nilai, dan pelaksanaannya. Pekerjaan yang mula-mula dikerjakan
harus didahulukan, berdasarkan penilaian syari'ah yang shahih,
yang diberi petunjuk oleh cahaya wahyu, dan diterangi oleh
akal.
"... Cahaya di atas cahaya..." (an-Nuur: 35)
Sehingga sesuatu yang tidak penting, tidak didahulukan atas
sesuatu yang penting. Sesuatu yang penting tidak didahulukan
atas sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang tidak kuat
(marjuh) tidak didahulukan atas sesuatu yang kuat (rajih). Dan
sesuatu "yang biasa-biasa" saja tidak didahulukan atas sesuatu
yang utama, atau yang paling utama.


1. Kebutuhan umat kita sekarang akan fiqh prioritas
Saat ini umat Islam berada di antara jalan-jalan yang penuh kebimbangan. Umat Islam belum memiliki pemahaman yang komprehensif dalam beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Urusan-urusan yang tidak penting dan tidak mendesak cenderung lebih diutamakan daripada urussan-urusan yang penting dan tidak mendesak, juga mengutamakannya dari pada urusan-urusan yang mendesak dan penting.

Islam mengajarkan seluruh tata cara beramal dalam kehidupan ini, termasuk dalam hal-hal yang membutuhkan skala prioritas. Dengan kata lain, umat Islam perlu memahami tentang aktifitas-aktifitas yang wajib dan mendesak untuk didahulukan dan juga perlu mengetahui hal-hal yang diahirkan dari keseluruhan aktifitas-aktifitas. Pemahaman ini (fiqh) mutlak dibutuhkan agar umat Islam mampu mengerjakan seluruh kewajiban-kewajibannya secara optimal dam mampu meninggalkan larangan-larangan Alah SWT secara bertahap.

Kasus yang sering terjadi di kalangan umat Islam saat ini adalah banyaknya dari mereka yang mendahulukan perkara-perkara tidak penting dan tidak mendesak di atas perkara-perkara yang mendesak dan penting. Pembangunan di bidang kesenian dan hiburan lebih diutamakan daripada pembangunan pendidikan dan kesehatan. Pengembangan aspek jasmaniah lebih diutamakan daripada aspek-aspek rohaniah. Dengan demikian, bila umat Islam tidak memiliki pemahaman yang komprehensip tentang urutan amal maka kemajuan Islam tidak akan pernah tercapai.

2. Hubungan antara fiqh prioritas dan fiqh lainnya
Fiqh prioritas memiliki hubungan yang sangat erat dengan fiqh lainnya terutama fiqh pertimbangan (muwazanah). Kaitannya dengan fiqh muwazanah itu dapat dilihat dari peranan pentingnya yaitu :
- Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan
- Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan , mudharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama
- Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antarakebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain

Kemaslahatan itu ada tiga macam yaitu kemaslahtan yang mubah, kemaslahatn yang sunnah, dan kemaslahatan yang wajib. Demikian juga dengan kerusakan ada dua macam yaitu kerusakan yang makruh dan kerusakan yang haram. Dari berbagai pertimbangan tersebut dapat dirumuskan urutan amal (prioritas) mana yang lebih didahulukan atas satu dengan yang lainnya.

3. Memprioritaskan kualitas atas kuantitas
Al-Qur’an memberikan perhatian yang besar dalam hal kualitas di atas kuantitas, walaupun keduanya merupakan hal yang diharapkan. Apabila dalam kondisi-kondisi tertentu, maka umat Islam harus mampu mendahulukan kualitas daripada kuantitas.
Betapa banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa kuantitas (jumlah yang banyak) tanpa kualitas adalah suatu hal yang sangat buruk, misal ada beberapa ayat yang menyatakan “betapa banyak manusia yang tidak beriman, betapa banyak manusia yang tidak bersyukur, kebanyakan mereka tidak mengetahui, kebanyakan mereka tidak memahaminya, dll”.

Saat ini umat Islam dihadapkan pada persoalan tentang kebanggaan akan kuantitas, sedangkan kualitas (isi/substansi) cenderung tidak diperhatikan. Fenomena ini dapat memukul mundur Islam dalam pergulatan peradaban. Ini adalah suatu hal yang perlu disikapi secara lebih serius oleh umat Islam itu sendiri.
Sirah Rasulullah SAW juga mengisyaratkan perlunya perhatian dalam masalah kualitas daripada kuantitas.

4. Prioritas ilmu atas amal
Dalam masalah ini, kita perku mengetahui bahwa ilmu adalah prioritas daripada amal karena ilmu akan menuntun dan memotivasi timbulnya suatu amal. Sedangkan amal tidak mampu mendatangkan ilmu. Selain itu, pemahaman juga harus didahulukan daripada hafalan belaka, juga prioritas atas maksud dan tujuan (hal substantif) ketimbang penampilan luar .

5. Prioritas dalam bidang fatwa dan Da'wah
Di dalam bidang fatwa dan dakwah, kita perlu memprioritaskan persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan yang berat dan sulit. Berbagai nash memberikan petunjuk pada kita bahwa perkara-perkara yang mudah dan ringan lebih dicintai oleh Allah SWT. Nabi SAW ketika memulai dakwahnya sangat memberikan kemudahan dan keringanan bagi umat. Ketika ditanyakan tentang suatu hal, maka beliau cukup memberikan defenisi-defenisi sederhana, mudah, dan tidak sulit. Beliau mengarahkan kemudahan untuk mengerjakan hal-hal yang wajib daripada hal-hal yang sunnat.

Islam mensyariatkan hukum-hukum yang khusus pada kondisi-kondisi yang darurat. Sebagai contoh bolehnya memakan makanan yang haram pada keadaan-keadaan darurat dan keadaan terpaksa. Di dalam berdakwah, dikenal istilah marhalah (pentahapan). Pengharaman khamar di dalam Al-Qur’an juga dilakukan secara bertahap. Segala bentuk perintah dan larangan dari Allah SWT harus melalui pentahapannya sehingga setiap muslim pada akhirnya mampu menyanggupi seluruh perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya.
Ukuran yang benar dalam memperhatikan segala sesuatu harus berdasakan perhatian terhadap isu-isu yang disorot oleh al-Qur'an saja. Sehingga kita dengan mudah mengetahui manakah perkara yang diprioritaskan/disorot secara jelas oleh Al-Qur’an dan mana yang sedikit diperhatikan.
Di dalam buku Syaikh Yusuf yang lain (Kaifa Nata’amal ma’a Al-Qur’an Al-‘azhim), dikisahkan bahwa ada seorang ulama yang selalau membahas tentang thaharah (bersuci) secara mendetail dan terus menerus pada setiap waktu dan kesempatan beliau berceramah, sedangkan beliau sangat jarang dan seakan dan melupakan urusan-urusan jihad. Tindakan seorang da’I atau ulama yang sedemikian adalah tindakan yang jauh dari sorotan Al-Qur’an. Apabila diperhatikan dengan seksama, sorotan Al-Qur’an dalam masalah thaharah secara gamblang tidak lebih dari satu tempat saja dalam Surah Al-Ma’idah. Sedangkan masalah jihad selalu dibahas dalam hampir setiap surah di dalam Al-Quran. Inilah yang dimaksudkan tentang bagaimana kita memprioritaskan suatu hal sesuai dengan prioritas Al-Qur’an dalam mempersoalkan dan membahasnya.

6. Prioritas dalam berbagai bidang amal
Amal-amal yang disyariatkan kepada manusia juga memiliki tingkatan-tingkatan. Ada hal-hal yang perlu disegerakan dan diutamakan, dan ada juga hal-hal yang boleh diakhirkan. Adanya keharusan dalam memprioritaskan amal yang kontinyu atas amal yang terputus-putus, dan prioritas amalan yang luas manfaatnya atas perbuatan yang kurang bermanfaat, serta prioritas terhadap amal perbuatan yang lebih lama manfaatnya dan lebih lama kesannya.
Selain itu, prioritas amalan hati atas amalan anggota badan dan perbedaan tingkat keutamaan sesuai dengan tingkat perbedaan waktu, tempat, dan keadaan.

7. Prioritas dalam perkara yang diperintahkan
Adapun perkara yang pokok seperti keimanan dan tauhid kepada Allah, keimanan kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir adalah lebih utama diprioritaskan daripada perkara-perkara cabang seperti syariah. Tauhid dan keimanan yang benar akan membuahkan hasil berupa amalan-amalan yang benar sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Amalan-amalan itu lah yang nantinya tertuang dalam hukum-hukum syariah bagi manusia.

Beberapa hal lain yang perlu mendapat prioritas adalah adanya prioritas fardhu atas sunnah dan nawafil, prioritas fardhu 'ain atas fardhu kifayah , prioritas hak hamba atas hak Allah semata-mata, prioritas hak masyarakat atas hak individu, prioritas wala' (loyalitas) kepada umat atas wala' terhadap kabilah dan individu.

8. Prioritas dalam perkara-perkara yang dilarang
Perkara yang dilarang juga memiliki tingkatan-tingkatan sebagaimana perkara-perkara yang diperintahkan. Dalam hal ini, umat Islam perlu memahami tentang perbedaan mendasar antara kekufuran, Kemusyrikan, dan Kemunafiqan yang Besar dan yang Kecil.

Selain memahami hal di atas, umat Islam juga perlu memahami adanya kemaksiatan besar yang dilakukan oleh hati manusia. Kemaksiatan tidak hanya berwujud lahiriah. Kemaksiatan hati yang merupakan kemaksiatan yang besar antara lain : kesombongan, kedengkian dan kebencian, kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang dituruti, riya’ (pamer diri), serta cinta dunia, cinta harta, kehormatan, dan kedudukan.

Tambahan lain bagi kemaksiatan adalah bid'ah dalam aqidah dan amalan. Bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan manusia dalam urusan agama. Sesungguhnya bid’ah memiliki banyak macamnya dan semuanya tidak berada dalam satu tingkatan yang sama dan begitu pula dengan orang yang melakukannya. Ada orang yang menganjurkan kepada bid’ah dan ada pula orang yang hanya sekadar ikut-ikutan dalam melakukan bid’ah dan tidak mengajak orang lain untuk melakukan bid’ah. Semua kelompok ini memiliki kaitan hukum yang berbeda.
Syubhat merupakan perkara yang berada satu level di bawah perkara-perkara kecil yang diharamkan, yaitu perkara yang tidak semua orang banyak mengetahuinya dengan jelas, atau dengan kata lain kehalalan atau keharamannya berada dalam keadaan yang samar-samar. Makruh merupakan bagian yang paling rendah dari sekian banyak perkara yang dilarang dalam agama. Makruh teridir atas dua jenis yaitu makruh tahrimi (lebih dekat kepada hal yang haram) dan makruh tanzihi (lebih dekat kepada hal yang halal).

9. Prioritas dalam bidang reformasi
Perlunya memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem maksudnya ialah adanya perhatian yang besar pada upaya-upaya pembinaan pribadi sebelum membangun tatanan masyarakat. Semuanya harus dimulai dari pembangunan individu yang kelak akan membuahkan hasil yang lebih baik. Perlu diingat bahwa kumpulan-kumpulan individu yang telah terbangun dan terbina dengan baik pada akhirnya akan membentuk suatu komunitas / tatanan sosial kemasyarakat yang baik pula.

Pembinaan dan pendidikan individu yang dimaksudkan di sini adalah pembinaan manusia mu’min, yang dapat mengemban misi dakwah, bertanggungjawab menyebarkan risalah Islam, tidak kikir terhadap harta benda, tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Alah, dan pada saat yang bersamaan ia memberikan teladan dalam menerapkan nilai-nilai agama terhadap dirinya sekaligus menarik orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama.

Dengan memahami prioritas dalam bidang reformasi, umat Islam akan semakin mudah mencapai tujuannya dalam memperbaiki keadaan. Jadi, bila ingin membangun sebuah sistem kekhalifahan yang luas dan komprehensif maka perlu melihat skala prioritas yang utama, yakni adanya pembinaan pribad-pribadi sebelum berkampanye lebih jauh tentang sistem khilafah yang tidak semua orang cepat memahaminya.

10. Fiqh prioritas dalam warisan pemikiran
Imam al-Ghazali memberikan perhatian dalam masalah Fiqh Prioritas. Di antara pemikirannya yakni menyoroti betapa banyak orang-orang yang tertipu (ghurur) dalam melakukan berbagai aktifitas dan banyaknya orang yang timpang dalam membuat peringkat amalan syariah.
Ulama lain yang mempunyai kepedulian terhadap Fiqh Prioritas adalah Ibnu Taimiyah, misalnya dalam hal perbedaan keutamaan amal karena perbedaan keadaan dan pertentangan antara kebaikan dan keburukan.

11. Fiqh prioritas dalam da'wah para pembaru di zaman modern
Beberapa ulama pembaru di zaman modern yang memiliki perhatian dalam masalah ini adalah Imam Muhammad bin Abd al-Wahhab, Az-Za’im Muhammad Ahmad al-Mahdi, Sayyid Jamaluddin, Imam Muhammad Abduh, Imam Hasan al-Banna’, Imam al-Maududi, as-Syahid Sayyid Quthub, ustadz Muhammad al-Mubarak, Syaikh al-Ghazali.

Kajian Fiqh Prioritas yang ditulis oleh Syaikh Yusuf ini dilakukan oleh beliau secara mendasar, komprehensif, dan terperincisebagaimana yang dianjurkan oleh tokoh pembaharu Islam. Harapan Syaikh Yusuf semoga pemikirannya tentang Fiqh Prioritas ini dapat menjadi salah satu sumbangan dalam perkembangan pemikiran Islam di zaman modern saat ini. Satu hal penting yang menjadi catatan besar bagi kita, bahwa fiqh prioritas ini bukanlah sesuatu yang baru, bukan suatu yang diada-adakan di dalam Islam. Semua pembahasan di dalam buku tersebut dilengkapi dengan nash-nash yang shahih, juga disertai dengan pandangan-pandangan beberapa ulama terdahulu. Lebih jelasnya, silakan baca bukunya : FIQH PRIORITAS Yusuf Al-Qardhawi.

Wallahu a’lam

Ptujnjuk Jalan -Sayid Quthb-



Para pelopor dan kader dakwah tentulah perlu kepada panduan-panduan di
sepanjang perjalanan mereka; panduan yang memberikan tentang tabiat peranan
mereka, hakikat tugas mereka dan inti sari tujuan akhir perjalanan mereka dan juga
mengenai garis permulaan di dalam perjalanan jauh itu seperti juga para pelopor
dan kader itu perlu mendapat panduan secukupnya mengenai - jahiliyah yang
sedang berpengaruh di dunia sekarang di dalam suasana yang bagaimanakah
mereka boleh berjalan seiring dengan jahiliyah dan di dalam suasana yang
bagaimanakah pula mereka harus memisahkan diri; bagaimana caranya melayani
pihak jahiliyah itu dengan menggunakan kaedah Islam dan dalam topik apakah
yang perlu dibicarakan? Juga dari mana dan bagaimanakah pula menimba bahanbahan
panduan itu?
Panduan-panduan itu hendaklah diambil dan ditimba daripada sumber asal
akidah ini iaitu Al-Quran dan juga dari arahan-arahan Al-Quran yang asasi juga
dari konsep yang telah dipancarkan oleh Al-Quran ke dalam jiwa para pelopor dan
kader terbilang dahulu, yang telah diberi penghormatan besar oleh Allah SWT
untuk mengubah bentuk sejarah umat manusia mengikut kehendak Allah.

Untuk para pelopor dan kader yang diharapkan dan ditunggu-tunggu
kelahirannya itu saya (Sayid Quthb) tuliskan PETUNJUK SEPANJANG JALAN ini.

Di awal Islam, Rasulullah SAW bertujuan membentuk satu generasi yang bersih hatinya,
bersih pemikirannya, bersih pandangan hidupnya, bersih perasaannya, dan mumi
jalan hidupnya dari sebarang unsur yang lain daripada landasan Ilahi yang
terkandung dalam Al-Quranul Karim.
Generasi sahabat-sahabat itu menerima panduannya daripada sumber yang
tunggal itu saja. Oleh karena itulah generasi itu telah berhasil membentuk
sejarah gemilang di zamannya.
Tetapi apakah yang telah terjadi kemudiannya?
Sumber-sumber panduan itu rupanya telah bercampur baur!
Sumber itu telah dimasuki oleh falsafah Yunani (Greek), cara berfikir dan
lojikanya, dongeng-dongeng Parsi dan pandangan hidupnya, cerita-cerita Israeliat
Yahudi, falsafah Ketuhanan ala-Kristian yang telah bercampur baur di dalam tafsir
Al-Quran dan ilmu Al-Kalam, dan juga telah dimasuki oleh saki baki peninggalan
tamaddun zaman lampau yang sukar dikikis.
Tugas utama kita ialah mengubah realiti masyarakat ini. Tugas utama kita
ialah mencabut realiti jahiliyah itu dari akar umbinya, realiti yang bertentangan dan
berlanggar secara prinsipal dengan aspirasi Islam dan dengan konsep Islam, realiti
yang menghalang kita dengan menggunakan kekerasan dan tekanan dari kita hidup
seperti yang dikehendaki oleh program Ilahi.

Diketahui-Nya bahawa keadilan sosial hanya akan dapat diwujudkan di
dalam masyarakat, dari sumber iktikad yang lengkap, yang menyerahkan segala
sesuatu kepada Allah SWT, sambil menerima dengan penuh kerelaan hati akan
semua yang ditentukan Allah SWT di dalam masalah pembahagian harta, dalam
masalah jaminan sosial untuk seluruh masyarakat; dan kepercayaan ini sebagai di
dalam hati pihak yang mengambil dan pihak yang diambil, dengan pengertian
bahawa mereka melaksanakan suatu sistem yang telah ditentukan oleh Allah SWT
dengan penuh harapan bahawa ketaatan, kepatuhan dan kebaktian yang
dilakukannya akan mendatangkan kebajikan dan kebaikan dunia dan akhirat.
Dengan demikian maka rasa tamak haluba dan dendam dengki terhadap sesama
anggota masyarakat tidak akan dapat bersarang di lubuk hati. Semua urusan
dijalankan dengan beres tanpa tekanan dan paksaan, tanpa ancaman dan ugutan.
Hati manusia tidak rosak dan jiwa mereka pun tidak akan bengkrap seperti yang
terjadi di mana sahaja di bawah sistem hidup yang berlandaskan kalimah tauhid LA
ILAAHA ILLALLAH.

Dasar teoritis yang menjadi asas Islam, di sepanjang sejarah umat manusia,
ialah dasar “TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH” (LA ILAAHA ILLALLAH)
dengan pengertian mengesakan Allah SWT dengan sifat-Nya sebagai TUHAN,
sebagai Penguasa, sebagai Pendidik, sebagai Pemerintah Yang Gagah Perkasa yang
mempunyai kuasa mutlak di dalam pemerintahan, Penegasan bentuk iktikad di
dalam hati, di dalam gerak-geri, di dalam bentuk ibadat dan juga di dalam bentuk
melaksanakan syariat-Nya di dalam kehidupan sehari-hari. Pengakuan “TIADA
TUHAN MELAI NKAN ALLAH” itu tidak akan ada di dalam kenyataan dan tidak
boleh dianggap sebagai “wujud” dalam segi hukumnya melainkan dalam
bentuknya yang sempurna seperti ini yang dapat memberikan kepadanya suatu
WUJUD yang sungguh-sungguh, yang boleh dianggap seseorang yang
mengucapkan syahadat TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH itu seorang Muslim
atau bukan Muslim.

Arti penjelmaan yang sebenar dasar ini dalam segi teori ialah bahawa
seluruh hidup manusia itu diserahkan dan dirujukkan kepada Allah SWT sematamata.
Mereka tidak boleh melakukan sesuatu urusan pun mengenai hidup ini dari
sisi diri mereka sendiri, bahkan mereka hendaklah menyerah dan
mengembalikannya kepada hukum Allah untuk mereka ikuti dan hukum Allah itu
hendaklah mereka kenal dan cedok dari sumber yang satu sahaja, sumber yang
berhak menyampaikannya kepada mereka, iaitu Rasulullah S.A.W. Ini dapat
dipastikan daripada rangkai kata yang kedua dari syahadat, iaitu pengakuan
bahawa “Muhammad itu ialah Utusan Allah” (Muhammadur Rasulullah).
Itulah dia dasar teoritis yang dapat dijelmakan oleh Islam. Dasar ini menjadi
dasar yang lengkap sempurna bagi kehidupan apabila ia dilaksanakan di seluruh
urusan hidup. Setiap orang Muslim menghadapi segala cabang hidup “individu”
dan “sosial”, baik di dalam mahupun di luar negara Islam, dalam hubungannya
dengan sesama anggota masyarakat Islam dan juga dengan masyarakat yang bukan
Islam.

Jadi, menurut penulis, bila ingin mewujudkan kembali lahirnya generasi muslim seperti para sahabat kita harus menekankan kepada pembangunan aqidah secara konsisten. Dan kegiatan ini tidak bisa diharapkan berlangsung dalam waktu singkat. Ia membutuhkan kesabaran untuk menjalankannya dalam waktu yang panjang. Para sahabat saja, di bawah bimbingan pendidik (murabbi) terbaik yi Rasulullah, memerlukan tidak kurang dari 13 tahun. Jika kualitas kita separuh para sahabat, maka kira-kira diperlukan waktu 2 x 13 tahun = 26 tahun. Kalau kualitas kita hanya sepesepuluh para sahabat, maka dibutuhkan waktu kira-kira 10 x 13 tahun = 130 tahun..!!!

Yang pasti penulis memandang bahwa inilah jalan sekaligus metode satu-satunya penegakkan Islam untuk melahirkan generasi pertama. Dan ini pulalah jalan sekaligus metode untuk mewujudkan Islam di tempat dan zaman kapanpun. Perhatikan tulisannya di bawah ini:

Inilah wujud (nature) agama ini, sebagaimana disarikan dari metode Quran Makki. Kita harus mengetahui wujudnya ini. Kita jangan mencoba merobahnya hanya untuk memenuhi keinginan sesaat yang kalah di depan bentuk-bentuk teori-teori manusia. Dengan bentuknya yang seperti ini, ia telah membentuk ummat Islam yang pertama. Dan dengan cara yang begitu pulalah ia akan membentuk ummat Islam setiap kali ia ingin untuk mengulang mengeluarkan ummat Islam sekali lagi ke alam nyata, sebagaimana Allah telah mengeluarkannya pertama kali.

Fiqih Dakwah -Jum'ah Amin Abdul Ajiz-


Definisi Dakwah
Apabila kita katakana”dakwah islamiah”, maka yang kita maksudkan adalah “risalah yang terkahir yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, sebagai wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan didalamnya, baik di depan atau belakangnya, dengan kalamNya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis didalam mushaf yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad, dengan sanad yang mutawatir, yang membacanya bernilai Ibadah.

Definisi dakwah : tinjauan bahasa dan istilah :
1. An-nida artinya memanggil
2. ad-du’a ila syar’I artinya menyeru
3. ad-da’wat ila qadhiyat artinya menegaskan atau membelanya, baik terhadap yang hak maupun yang bathil.

Dakwah yang kita maksudkan
Dakwah yang kita inginkan dan yang wajib bagi kaum muslimin untuk melaksanakannya adalah dakwah yang bertujuan untuk beorientasi pada:
 membangun masyarakat islam, sebagaimana para rasul Allah, yang memulai dakwahnya dikalangan masyarakat jahiliyah.Mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Allah, menyampaikan wahyu-Nya kepada kaumnya, dan memperingatkan mereka dari syirik.
 Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat islam yang terkena musibah. Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaian masyarakat tersebut terhadap segala kewajiban.
 Memelihara kelangsungan dakwah dikalangan masyarakat yang telah berpegang pada kebenaran, melalui pengajaran secara terus-menurus, pengingatan, penyucian jiwa dan pendidikan.




KEWAJIBAN YANG SYAR’I
Dakwah merupakan kewajiban syar’I, berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
Firman Allah SWT,
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh pada yang makhruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah adalah orang-orang yang beruntung. (Ali imran : 104)
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.(Al-Baqarah :159-60)
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.( al-Maidah :63)

KEUTAMAAN DAKWAH
Melalui dakwah yang dilakukan oleh para ulama dan para aktivis untuk memperjuangkan agama ini, maka dengan ijin Allah, umat akan berhasil mencapai kejayaan, keagungan, dan kepemimpinan.Hal itu hanya bisa didapatkan dengan keikhlasan, kekuatan, keteladanan dan kecerdasan mereka.Dengan semua itu, Allah mengangkat panji kebenaran dan mewujudkan kebaikan, sehingga umat ini menjadi umat terbaik, yang senantiasa memerintahkan kebajikan, mencegah kemungkaran dan yang beriman kepada Allah.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (fushilat :33)

KARAKTER DAKWAH KITA
Dakwah islam memiliki beberapa karakter yang membedakannya dari dakwah-dakwah yang lain, yaitu :
Rabaniyah, artinya bersumber dari wahyu Allah
Wasathiyah, artinya tengah-tengah atau tawazun
Ijabiyah, artinya positif dalam memandang ala, manusia, dan kehidupan
Waqi’iyah, artinya realistis dalam memperlakuan individu dan masyarakat
Akhlaqiyah, Artinya sarat dengan nilai kebenaran, baik dalam sarana maupun tujuannya
Syumuliyah, artinya utuh dan menyeluruh dalam manhajnya
‘Alamiyah, bersifat mendunia
Syuriyah, berpijak diatas prinsip musyawarah dalam menentukan segala sesuatunya
Jihadiyah, artinya terus menerangi siapa saja yang beranimenghalang-halangi islam, dan mencegahtersebarnyadakwah
Salafiyah, artinya menjaga orisinalitas dalam pemahaman dan akidah.
Inilah dakwah dengan berbagai karakternya yang membedakan dirinya dari dakwah-dakwahlainnya.
Dengan demikian, seorang dai harus mengetahui dan memahami metodologi dakwah, agar umat merasa puas dan yakin dengan dakwah kita seperti :
1. Penyampaian yang baik
2. Keindahan uslub
3. Targhib (member rangsangan) dalam kebenaran
4. Mempergunakan kebijaksanaan dan nasihat yang baik
5. bantahan dengan cara yang lebih baik
6. mempertinbangkan situasi dan kondisi
7. penggunaan sarana publikasi dan informasi yang paling modern
Oleh sebab itu, adalah sebuah keharusan bagi seorang dai untuk mengetahui apa yang ia katakan dan bersikap bijaksana terhadap apa yang ia dakwahkan.
Imam Al-‘aini berkata, “hikmah adalah ilmu yang mendalam dan meyakinkan.Mngajarnya adalah kesempurnaan ilmu dan memutuskan suatu permasalahan dengannya adalah kesempurnaan amal”.

MENGIKUT BUKAN MEMBUAT YANG BARU
Dalam berdakwah, kita selalu meneladani Rasulullah, sebagai pembawa rahmat dan hidayah. Kita ingin mengekuarkan manusia dari berbagai kegelapan menuju cahaya iman atas ijin Rabbnya, dari kekufuran menuju keimanan, dari kesesatan menuju petunjuk, dari kebathilan yang gelap gulita menuju kebenaran yang terang benderang, dari maksiat menuju taat, dan jalan hidup yang berbeda-beda menuju jalan Allah yang satu dan lurus.

FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN DAKWAH
inilah dakwah kita dengan nilai-nilainya yang luhur dan pemahamannya yang asli serta risalahnya yang abadi. Ia membutuhkan seorang dai yang sanggup memukul dengan penuh amanah berbagai masalah yang harus direalisir, agar dakwah ini sukses dan manusia pu n mau menerimanya, serta sampai pada tujuannya yang mulia. Diantara factor-faktor pendukung keberhasilan dakwah adalah sebagai berikut :
1. Pemahaman yang mendalam
2. Keimanan yang kuat
3. Kecintaan yang kukuh
4. kesadaran yang sempurna
5. kerja yang kotinu
Dalam rangka mencapai tujuan yang mulia itu, seorang muslim harus bersedia menjual diri dan hartanya kepada Allah, sampai dia tidak memiliki apa-apa.Dia menjadikan dunia hanya untuk dakwahnya, demi untuk keberhasilan akhirat.

SARANA DAKWAH DAN REALISASI TARGET
Dengan pemahaman yang benar terhadap dakwah, kita berupaya melaksanakan pemahaman ini agar terjelma dalam kehidupan yang nyata, dan prinsip-prinsip yang dilaksanakan dapat direalisasikan dan dirasakan pengaruhnyaoleh manusia.hal ini dilakukan melalui upaya untuk merealisasikan target-target berikut ini :
Ishlah An-nafs (perbaikan jiwa), sehingga menjadi muslim yang kuat fisiknya,bersih akidahnya, benar ibadahnya, selalu berjihad melawan hawa nafsunya, memperhatikan waktunya, teratur kehidupannya, dan bermanfaat untuk orang lain. Dengan demikian, anggota masyarakat akan terkondisikan untuk senantiasa berhubungan dengan Allah dan bermakrifat padaNya, sehingga terciptalah makna ubudiyah kepada Allah.
Membina rumah tangga islami dapat membawa keluarganya menghormati fikrohnya, memelihara adab islam dalam kehidupannya, memilih istri dengan baik, memenuhi hak dan kewajiban masing-masing, mendidik anak dan pembantunya untuk memahami prinsip-prinsip islam, agar keluarga tersebut menjadi miniature teladan bagi masyarakatyang kita cita-citakan.
Irsyad al mujtama’ ( member pengarahan kepada masyarakat)
Berdakwah kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah dengan segala metode yang bijaksana dan akhlak yang islami.Ia menjadi tuntutan rakyat banyak yang diprakarsai oleh kelompok dan golongan, sehingga terwujudlah pemerintahan yang melaksanakan islam secara benar.Dengan demikian, dia melaksanakan tugasnya selaku pelayan umat, diberi upah oleh umat dan bekerja untuk kemaslahatan mereka dan yakin dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban islam serta tidak berbangga diri dengan kemaksiatan.
Berdakwah untuk mewujudkan persatuan islam, dimulai dengan mengadakan kerjasama dengan Negara-negara islam dan mengadakan konsolidasi antara mereka untik mendakwahi rakyat dan pemerintahannya guna menerapkan islam dan memendang islam sebagai dakwah global.Hal itu dilaksanakan dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik, sehingga kita bisa mengembalikan khilafah yang hilang dan persatuan yang dicita-citakan.

KEPRIBADIAN ISLAM YANG TELAH HILANG
Tidak diragukan lagi bahwa yang hilang dari kaum mukmin adalah kepribadian muslim dan akhlak mereka, yaitu kepribadian ya g pernah dibina dan dibentuk oleh Rasulullah dan telah ditentukan kriterianya oleh Al-qur’an alkarim, yang diserukan melalui ayat-ayatnya.Harapa setiap dai adalah mengembalikan jati diri seorang muslim yang kini telah hilang.

BUIH HARI INI DAN TOKOH MASA LALU
Rasulullah telah menjelaskan tentang cirri-ciri bermental buih yang berlindung dalam naungan islam dewasa ini. Yaitu pribadi yang cinta dunia dan takut mati, pribadi yang mencintai dunia dan sangat terikat dengannya, serta tertipu dengan keindahannya. Sehingga berkubang untuk mencintai syahwat berupa wanita, anak-anak, harta yang melimpah ruah dari emas dan perak, kendaraan mewah, binatang ternak dan sawah ladang. Pribadi semacam ini tidak suka terhadap kematian, karena ia ingin memakmurkan dunianya dan menghancurkan akhiratnya. ia benci jika berpindah dari kemakmuran menuju kehancuran yang senantiasa menunggu dirinya.

PILAR-PILAR DAKWAH KAMI
Orang-orang sekuler telah menertawakan kita ketika mereka mempunyai anggapan bahwa pilar-pilar kedaulatan kita ini tergambar dalam slogan “ Satu tanah air, Satu nusa, Satu bangsa,dan satu kepentingan yang sama”.
Pernah datang suatu masa ketika seorang muslim berjalan dari Andalusia ke afrika utara, mesir, syam, dan irak, bahkan kenegara jauh seperti cina dan india, tanpa ada perasaan takut dan terasing.Dimana saja ia berada pasti ada yang menyebut asma Allah.

SIFAT-SIFAT DA’I
Sifat da’I yaitu ia dapat mendakwahi keluarga dekatnya, dapat pula menasehati orang-orang yang dikenal dari umat islam. Ia menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan, bijaksanadalam dakwahnya, ihsan dalam menasehatinya, dan bermujahadah dengan cara yang lebih baik, maka dakwah bil haq itu lebih baik dan berpengaruh daripada dakwah bil maqal.
Wahai Da’I, bersikaplah lemah lembut kepada semua orang
Sesungguhnya termasuk keburukan seorang da’I terhadap dirinya sendiri adalah apabila ia memberatkan manusia, seakan dia melihat mereka dengan pengelihatan yang hina, atau dengan pandangan yang sombong, dan merasa paling tinggi.
Sifat santunnya mendahului ketidaktahuannya
Sesungguhnya sifat penyantunnya itu merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda kerasulan Rasulullah..sifat penyantunnya mendahului ketidaktahuannya, dan ketidaktahuannya yang sangat itu tidak menambahinya kecuali semakin bersikap penyantunnya.

SIKAP DAI TERHADAP MASYARAKAT
Seorang dai tidak boleh larut mengikuti langkah mereka,tidak juga larut dalam tradisi dan kebiasaan mereka yang bertentangan dengan syariat islam, kaidah-kaidah,hokum-hukum, dan adab-adabnya.Para dai tidak boleh terhina oleh kemauan mereka, hanya karena ingin menarik mereka kedalam dakwah.terkadang hanya karena tujuan itu saja seorang dai tidak hanya mengubah sebagian norma dan tradisi islam saja, bahkan sampai mengubah prinsip akidah bahkan system islam.

SYARAT-SYARAT UNTUK MELAWAN KEMUNGKARAN
1. Pastikan yang kita hadapi adalah benar-benar kemungkaran
2. Hendaknya kemungkaran yang tampak bukan suatu kesalahan yang dicari-cari
3. Hendaknya kemungkaran itu diketahui tanpa ijtihad
Allahu’alam bis shawab

Minggu, 29 Mei 2011

Lemparan Batu,, dan Pilihan..

Setelah sekian jam dilanda gempa yang dahsyat, kota Pensylvenia
mengalami porak poranda yang cukup hebat. Oleh sebab itu, pemerintah
setempat merencanakan untuk segera memulihkan kota. Suatu saat,
mandor bangunan yang memimpin renovasi pemulihan kota berjalan-jalan
sambil melakukan pengawasan terhadap pekerjaan perbaikan kota
tersebut. Saking asyiknya berjalan, sang mandor tidak melihat
beberapa langkah didepannya terbentang kabel listrik beraliran tinggi
yang siap merenggut nyawanya.

Pekerja yang berada dibeberapa meter dibelakangnya melihat bahaya
yang mengancam sang mandor, mereka pun kemudian mencoba
mengingatkannya dengan berteriak. Namun, teriakannya nyaris tidak
terdengar ditelan suara deru mesin dan traktor yang ada disekitar
tempat itu. Demi menyelamatkan mandornya, pekerja tersebut mengambil
batu kecil dan melemparkannya ke arah kepala mandor hingga berdarah.
Mandor kaget dan marah sambil melihat kebelakang, mencari siapa yang
telah melempar kepalanya.

Begitu sang mandor menoleh ke belakang, pekerja yang melemparnya
langsung angkat tangan dan menunjukk ke arah kaki sang mandor. Apa
yang dilihatnya membuat sang mandor shock, karena dua langkah ke
depan kakinya akan menyentuh kabel listrik yang bertegangan tinggi.
Untung ada pekerja yang melemparkan batu kearah kepalanya untuk
mengingatkan bahwa ada bahaya besar yang siap mengancam. Kepala sang
mandor memang berdarah, namun nyawanya tertolong.
***

Terkadang, dalam kehidupan ini telinga kita terlalu kebal terhadap
suara-suara peringatan yang bertujuan membawa kita ke arah kehidupan
yang lebih baik. Popularitas, ambisi, kesombongan, kekayaan, dan
segala kompetensi yang dimiliki sering membutakan nurani dan
menumpulkan ketajaman pendengaran kita terhadap alunan musik
instropeksi yang merdu.

Ada kalanya seseorang harus "dilempari batu" dulu untuk memosisikan
kembali agar tidak terjerumus lebih lanjut. Seorang rekan terpaksa
harus berurusan dengan pengadilan akibat cara memasukkan barang yang
dilakukannya tidak prosedural. Seorang saudara harus bolak balik
check up akibat sistem metabolisme tubuhnya sudah tidak seimbang.
Seorang kakak kelas harus digrounded dari penerbangan akibat
kelalaian melakukan SOP (Standard Operational Procedures). Bahkan,
seorang kolega sempat kehilangan orang yang dikasihinya akibat stres
yang dimunculkan dari kekurangan cinta yang diberikannya.

Beberapa contoh "lemparan batu" itu ternyata membuat instropeksi yang
mendalam untuk memosisikan kembali arti hidup dan tujuan bekerja yang
sebenarnya. Itulah sebabnya setiap "lemparan batu" seyogyanya
dimaknai sebagai bagian dari pengembangan kualitas diri yang optimal,
sekalipun lingkungan mungkin memaknai sebagai suatu kegagalan,
kejatuhan, maupun kehancuran. Kita jadi teringat apa yang dikatakan
oleh Confusius, bahwa "kita tidak pernah jatuh, melainkan karena kita
bangkit setiap kali jatuh".

"Apa yang terjadi di depan kita, maupun di belakang kita sesungguhnya
merupakan persoalan kecil dibandingkan dengan apa yang ada didalam
diri kita" demikian Oliver Holmes menambahkan dalam salah satu
orasinya.

Jadi, bukan peristiwa yang penting, namun respon terhadap peristiwa
itulah yang dapat memunculkan intisari pemaknaan hidup yang
sesungguhnya. Tanpa "lemparan batu", yakni ketika laboratorium Thomas
Alva Edison terbakar, mungkin saat ini kita masih hidup dalam
kegelapan. Kolonel Sanders pun harus mengalami "lemparan batu"
bertubi-tubi berupa penolakan, hingga sekarang kita bisa menikmati
gurihnya Kentucky Fried Chicken. Bahkan, Galileo Galilei harus kena
"lemparan batu" yang telak (dihukum mati) sekadar membuktikan bahwa
bumi ini bundar.

Bagi mereka, sebagaimana yang dikutip oleh pakar manajemen Peter F.
Drucker, lebih penting melakukan yang benar daripada sekedar
melakukan dengan benar. Ada harga yang harus dibayar. Namun, harga
ini ternyata tidak hanya mahal, tetapi memiliki nilai yang tinggi
sebagai sumbangsih yang berharga bagi pemikiran dan inovasi sejarah
umat manusia.

Ketika hari ini kita mendengar suara yang mengalunkan instrokpeksi
merdu maupun merasakan "lemparan batu" yang begitu terasa
menyakitkan, akankah dimaknai sebagai bagian dari dinamika hidup atau
sebagai kejadian yang harus dihindari?

"Life is Choice", demikian klaim seorang filsuf. Tidak mengherankan,
karena kita sebenarnya dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus
diputuskan, cepat atau lambat. Memaknai setiap "lemparan batu" pun
merupakan pilihan. Kita yang memilih mau menjadi pegawai atau
pengusaha. Kita pula dihadapkan pada pilihan hendak menjadi pemimpin
yang melayani atau dilayani. Pilihan untuk menjadi kepala keluarga
atau "dikepalai" keluarga. Pilihan untuk menjadi ibu rumah tangga
atau ibu kerumahtanggaan. Hingga pilihan yang tidak kalah pentingnya
adalah mau menjadi manusia yang berguna atau tidak, sebab salah satu
anugerah besar yang diberikan Sang Pencipta adalah The Power of
Choice. Selamat memilih jalan menuju pemaknaan hidup yang optimal !!.

(dikutip dari "Setengah Isi Setengah Kosong" oleh Parlindungan Marpaung)
***

Terima kasih buat sahabat2 ku yang telah 'menyelamatkanku' dari 'sengatan listrik ribuan volt' di depan sana..=)
doing better!! ^^,v

Mimpi...

Hari ini aku berpikir bahwa orang yang sering sekali mengucapkan impiannya, ingin ini itu, dengan harapan rumus Alkemis terjadi di depan mata: serukanlah impianmu maka semesta akan mendukungmu, tapi selalu saja impiannya terbelokkan menjadi ini itu, lalu ...dia kembali sibuk memberi alasan ke semua orang bahwa dia tidak bisa mewujudkan impiannya karena ini dan itu, lalu dia kembali mengukir mimpi -atau titik goal lain- yang ingin dicapainya, membuatku tercenung. Ini bukan tentang aku. Tapi ketika aku bercermin, bukan tidak mungkin aku menjadi seperti orang itu, jika aku tidak menentukan fokus impianku, lalu mulai merayap menggapainya (atau kadang melompat jika ada tenaga ekstra).
Ada beberapa hal penting yang kusarikan dari pemikiranku tentang sobatku ini.
Satu. Jika kamu terlalu banyak bermimpi, sementara kamu hanya punya dua tangan dan dua kaki dan satu kepala yang bisa menjadi sarana perwujudannya, maka kamu harus menyeleksi mimpimu, atau berbagi impian pada orang lain sehingga impian itu menjadi impianmu dan orang lain, tapi ketika impian itu terwujud kamu tetap bisa tertawa dan bersuka cita. Itu namanya delegasi mimpi.
Dua. Jika kamu terlalu sering berganti mimpi, ingin jadi ini ingin jadi itu, maka tenagamu akan terkuras habis untuk memacu di saat pertama (mesin pada saat dipanaskan pasti butuh tenaga yang lebih besar daripada jika sudah stabil), lalu ketika ujudnya pun belum nampak, lalu dengan mudahnya berganti mimpi, habis juga nanti persediaan tenaga -apalagi waktumu. Umurmu adalah penandanya.
Tiga. Jika kamu terlalu muluk bermimpi, bahwa di semesta yang tanpa batas ini kamu bisa jadi ini itu, maka pijaklah tanah, letakkan tangan di dada, dan ingatlah ini: setiap orang punya porsi untuk melakukan sesuatu: ada karunia untuk bernubuat, karunia untuk menyembuhkan, karunia untuk menulis... hanya sedikit sekali orang yang bisa melakukan semua hal dengan sempurna, tanpa dia harus mengorbankan orang yang dia cintai. Maka, berdamailah dengan kenyataan bahwa kamu adalah manusia biasa.
Empat. Jika kamu terlalu yakin akan mencapai mimpimu, ingatlah bahwa Tuhan adalah penentu utamanya. Berbaik hatilah padaNya, rebut hatiNya, jangan terlalu ribut dengan impianmu sehingga kamu lupa merayuNya untuk mewujudkan mimpimu. Tentu saja, Dia tahu jauh lebih banyak daripadamu, yang hanya tahu mengira-ira.
Lima. Jika kamu menganggap orang yang tidak berani bermimpi itu orang bodoh, maka pukullah kepalamu. Bahkan kamu lebih bodoh karena menyimpan mimpi ini untuk dirimu sendiri, tidak berbagi dan membahagiakan orang dengan indah warna warni mimpi dan serunya usaha pencapaiannya.
Jadi, apakah salah jika bermimpi? Tentu tidak! I'm a dreamer. Saya mendukung impian. Hanya...bermimpilah sesuatu yang benar-benar kamu usahakan kamu capai, dan jangan mengucapkan impianmu setengah sadar!
(Mencoba untuk share artikel yg dibuat oleh Silvi Utomo,,)


Hmm... Allah-ku... Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu... berikanlah kekuatan u/ pemimpi2 muda ini dalam mengejar mimpi2 luar biasanya... u/ Allah dan Rasulnya,,, serta keluarganya...

Rabu, 13 April 2011

Ahwal ul-Muslim al-Yaum

Ahwal ul-Muslim al-Yaum
oleh: Ust. M Ihsan Arliansyah Tanjung

Tema ini adalah suatu upaya untuk menggambarkan akan keadaan dunia Islam kontemporer (saat ini) dengan segala kelebihan dan kekurangan-kekurangannya. Kondisi umat Islam saat ini penuh dengan kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu terkait dengan kapasitas intelektual dan problematika moral.

Kelemahan dalam kapasitas intelektual (Al Jahlu)

Kelemahan umat Islam yang terkait dengan kapasitas intelektual meliputi:

1. Dho’fut Tarbiyah (lemah dalam pendidikan)

Kelemahan dalam aspek pendidikan formal dan informal (pengkaderan) sangat dirasakan oleh umat Islam masa kini. Jika pendidikan juga pembinaan dan pengkaderan lemah maka akan mustahil melahirkan anasir-anasir dalam nadhatul umat (kebangkitan umat). Tarbiyah dikalangan ummat Islam masih sangat sedikit. Secara formal melalui sekolah-sekolah yang hanya beberapa jam saja. Sedangkan sekolah Islam sedikit. Keadaan ini masih kurang bila dibandingkan dengan kebutuhan saat ini. Sekolah Islam pun tidak semuanya dapat menyajikan Islam dan tarbiyah yang baik sehingga dapat merubah pribadi pelajar dan gurunya. Perlaksanaan tarbiyah secara informal juga belum banyak dilaksanakan dengan cukup memuaskan.

2. Dho’fut Tsaqofah (lemah dalam ilmu pengetahuan)

Dewasa ini sedang sangat pesat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi umat Islam terasa tertinggal bila dibandingkan umat yang lainnya, ini disebabkan karena wawasan umat Islam yang sempit dan terbatas juga lemah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ini disebabkan kemauan umat untuk menuntut ilmu sangat rendah. Tsaqafah Islamiyah dikalangan muslim juga kurang seiring dengan kurang efektifnya peranan tarbiyah dan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh umat Islam. Tsaqafah ini berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan wawasan ynag bersifat Islam atau umum. Kemampuan ini belum banyak dimiliki oleh muslim. Sebahagian menguasai tsaqafah Islam tetapi dalam masalah umum kurang menguasai (misalnya politik, ekonomi, kemasyarakan), begitupun sebaliknya kurang di dapati muslim yang mempunyai pemnguasaan bidang umum dan memiliki tsaqafah Islamiyah. Muslim yang mempunyai ilmu dan tsaqafah tidaklah banyak, dan masih kecil prosentasenya dibandingkan dengan jumlah muslim dan kebutuhan yang ada. Sebagian muslim yang mempunyai tsaqafah ini kurang sesuai dengan pemahaman aqidah Islamiyah, kurang merujuk kepada minhaj yang asal yaitu Al Qur’an dan sunnah. Masih banyak merujuk kepada nilai Barat yang bertentangan dengan Islam. Juga ada tsaqafah yang di suburkan oleh kepercayaan jahiliyah seperti ashabiyah, nasionalisme, sekuler, kapitalisme dan komunisme.

3. Dho’fut Takhthith (lemah dalam perencanaan-perencanaan)

Umat Islam sekarang ini tidak memiliki strategi yang jelas. Rencana perjuangannya penuh dengan misteri. Hal tersebut disebabkan umat Islam tidak diproduk dari pembinaan-pembinaan yang baik dan tidak memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang memadai. Da’wah Islam pun nampaknya terkena gangguan. Banyak yang hidup segan dan mati tak mau. Da’wah sebagian ummat yang berjalan pun mungkin perlu dipertanyakan ghayah (sasaran akhir) yang akan dituju dan cara (langkah) yang dilakukannya. Hasil da’wah sekarang ini belum dapat di banggakan bahkan keadaan sekarang ini menunjukkan bahawa da’wah tidak berjalan karena tidak nampak bertambahnya pengikut atau pengikut yang ada pun semakin berkurangan. Da’wah Islam tidak berkesan karena sebahagian sudah hilang tujuan akhir yang sebenarnya kerana sudah terpengaruh oleh berbagai pendekatan yang kurang Islamiyah. Da’wah kurang berkesan disebabakan menjadikan da’wah sebagai organisasi kekauman atau kumpulan elite atau pun perkumpulan yang tidak berdasarkan kepada nilai-nilai Islam. Da’wah yang tidak berjalan adalah satu masalah sendiri yang sedang berjalanpun perlu dilihat bagaimana keadaan yang sebenarnya adakah sesuai dengan minhaj atau tidak. Mereka yang tidak berda’wah juga merupakan masalah besar kerana mereka dijadikan sebagai mangsa yang sangat senang di makan oleh pihak musuh.


4. Dho’fut Tanjim (lemah dalam pengorganisasian)

Sekarang ini terjadi gerakan-gerakan yang mengibarkan bendera kebathilan, mereka membangun pengorganisasian yang solid sementara umat Islam lemah dalam pengorganisasian sehingga kebathilan akn diatas angin sedangkan umat Islam akan menjadi pihak yang kalah. Sesuai perkataan khalifah Ali ra “Kebenaran tanpa sistem yang baik akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisasi dengan baik”. Tanzim atau organisasi yang di kendalikan oleh Islam perlu dipertanyakan sejauuh mana mereka mengamalkan Islam dalam dalam tanzimnya. Tanzim dapat dibagi-bagi kepada tanzim berupa jamaah yang komitmen pesertanya melalui bai’ah, organisasi Islam yang terbuka dengan menjalankan beberapa keperluan dan aktiviti Islam secara terbuka, atau organisasi Islam yang berwarna syarikat, pertubuhan, NGO dan yang lainnya. Bagaimanapun tanzin ini perlu dilihat semula kerana keadaan ini mungkin juga sama dengan keadaan umat Islam yang sedang sakit. Apabila pengendali sedang sakit maka ada kemungkianan yang di bawanya pun menjadi sakit.

5. Dho’ful Amniyah (lemah dalam keamanan)

Masa kini umat Islam lengah dalam menjaga keamanan diri dan kekayaan baik moril dan materil sehingga negeri-negeri muslim yang kaya akan sumber daya alam dirampok oleh negeri-negeri non muslim. Begitu pula dengan Iman, umat lslam tidak lagi menjaganya tidak ada amniyah pada aqidah dan dibiarkan serbuan-serbuan aqidah datang tanpa ada proteksi yang memadai.

6. Dho’fut Tanfidz (lemah dalam memobilisasi potensi-potensi diri)

Umat Islam dewasa ini tidak menyadari bahwa begitu banyak nikmat-nikmat yang Allah SWT berikan dan tidak mensyukurinya. Jika umat Islam mersyukuri segala nikmat Allah dari bentuk syukur itu akan muncul kuatut tanfidz yaitu kekuatan untuk memobilisir diri dan sekarang umat Islam lemah sekali dalam memobolisir diri apalagi memobilisir secara kolektifitas.


Kelemahan dalam problematika moral (Maradun Nafs)

Kelemahan-kelemahan dalam problematika moral yang terjadi pada umat Islam sekarang yaitu:

Akhlak sebagai cermin muslim sudah di cemari oleh berbagai akhlak jahiliyah yang dilandasi oleh budaya dan gaya hidup masyarakat jahiliyah. Banyak didapati muslim yang secara statusnya masih sebagai muslim tetapi tidak mencerminkan lagi akhlak Islam yang susah di bezakan dengan mereka yang bukan muslim. Akhlak remaja sangat kentara merupakan wujud yang salah. Akhlak muslim tidak mewarnai diri muslim secara keseluruhan. Muslim lupa kepada akhlak sebenar yang mesti dimiliki. Keadaan demikian tidaklah mustahil mengingat ghazwul fikri yang sangat kuat dan hizbusyetan menguasai dunia saat ini.


• Adamus Saja’ah (hilangnya keberanian)

Umat Islam tidak seperti dahulu yang berprinsip laa marhuba illalah (tiada yang ditakuti selain Allah) sehingga tidak memiliki keberanian seperti orang-orang terdahulu yakni Rasulullah dan para sahabatnya yang terkenal pemberani. Sekarang ini umat Islam mengalami penyakit Al Juban (pengecut). Rasa takut dan berani itu berbanding terbalik sehingga jika seorang umat Islam takut kepada Allah maka ia akan berani kepada selain Allah tetapi sebaliknya jika ia takut kepada selain Allah maka ia akan berani menentang aturan-aturan Allah SWT.


• Adamus Sabat (hilangnya sikap teguh pendirian)

Umat Islam mulai memperlihatkan mudah mengalami penyimpangan-penyimpangan dan perjalanan hidupnya karena disebabkan oleh :

1. termakan oleh rayuan-rayuan

2. terserang oleh intimidasi atau teror-teror.

Salah satu illutrasi hilangnya sabat (keteguhan) ini adalah prinsif-prinsif hidup kaum muslimin tidak lagi dipegang hanya sering diucapkan tanpa dipraktekan. Sebagai contoh Islam mengajarkan kebersihan sebagian dari Iman tetapi di negari-negeri kaum muslim kondisinya tidak bersih menjadi pemandangan pada umumnya.


Adamut Dzikriyah (hilangnya semangat untuk mengingat Allah)

Dalam Islam lupa diri sebab utamanya ialah karena lupa kepad Allah. Umat Islam dzikirullah-nya lemah maka mereka kehilangan identitas mereka sendiri sebagai Al Muslimum. Sebagaimana Allah berfirman dalam Qs. Al Hasyr ayat 19 “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”.


• Adamus Sabr (hilangnya kesabaran)

Kesabaran merupakan salah satu pertolongan yang paling pokok bagi keberhasilan seorang muslim, sesuai firman Allah Qs.2:153 “Hai orang-orang beriman mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”.

Kesabaran meliputi:

1. Ashabru bitha’at (sabar dalam ketaatan)

2. Ashabru indal mushibah (ketaatan ketika tertimpa musibah)

3. Ashabru anil ma’siat (sabar ketika menghadapi maksiat)

Sebagai umat Islam harus memiliki kesabaran ketiganya.


• Adamul Ikhlas (hilangnya makna ikhlas)

Ikhlas tidak identik dengan tulus. Tulus artinya melakukan sesuatu tanpa perasaan terpaksa padahal bisa saja orang itu ikhlas walaupun ada perasaan terpaksa. Contohnya pada seseorang yang melakukan shalat subuh yang baru saja jaga malam sehingga sanat terasa kantuk tetapi karena shalat adalah suatu kewajiban perintah Allah swt ia tetap mengerjakannya dsb.


• Adamul Iltizam (hilangnya komitmen)
Dewasa ini kaum muslimin kebanyakan tidak istiqomah berkomitmen terhadap Islam bahkan tidak sepenuhnya sadar bahwa Islam harus menjadi pengikat utama dalam hidupnya sehingga mereka banyak menggunakan isme-isme yang lain.