“Ukhuwah itu ibarat satu janji yang ada di hati, tak dapat dibaca, namun takkan terpisahkan oleh jarak, takkan berubah oleh waktu, takkan sirna oleh amarah. Ia akan selamanya di dalam jiwa. Semoga Allah selalu menjaga ukhuwah ini, amiin.” teTapLah TerSenyuM... Tetaplah BerSemaNgaT...!!
Semangat Saya
Hari ini adalah hari saya..
semangat ini adalah semangat saya...
cinta ini, cinta saya..
semua ini, milik saya...
tapi.. Allah lah yang memiliki saya.. pun semua yang terakui...
semangat ini adalah semangat saya...
cinta ini, cinta saya..
semua ini, milik saya...
tapi.. Allah lah yang memiliki saya.. pun semua yang terakui...
Selasa, 31 Mei 2011
Fiqih Prioritas -Yusuf Qardhawi-
DI ANTARA konsep terpenting dalam fiqh kita sekarang ini ialah
apa yang sering saya (Yusuf Qardhawi) utarakan dalam berbagai buku saya, yang
saya namakan dengan "fiqh prioritas" (fiqh al-awlawiyyat).
Sebelum ini saya mempergunakan istilah lain dalam buku saya,
al-Shahwah al-Islamiyyah bayn al-Juhud wa al-Tatharruf, yaitu
fiqh urutan pekerjaan (fiqh maratib al-a'mal).
Yang saya maksud dengan istilah tersebut ialah meletakkan
segala sesuatu pada peringkatnya dengan adil, dari segi hukum,
nilai, dan pelaksanaannya. Pekerjaan yang mula-mula dikerjakan
harus didahulukan, berdasarkan penilaian syari'ah yang shahih,
yang diberi petunjuk oleh cahaya wahyu, dan diterangi oleh
akal.
"... Cahaya di atas cahaya..." (an-Nuur: 35)
Sehingga sesuatu yang tidak penting, tidak didahulukan atas
sesuatu yang penting. Sesuatu yang penting tidak didahulukan
atas sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang tidak kuat
(marjuh) tidak didahulukan atas sesuatu yang kuat (rajih). Dan
sesuatu "yang biasa-biasa" saja tidak didahulukan atas sesuatu
yang utama, atau yang paling utama.
1. Kebutuhan umat kita sekarang akan fiqh prioritas
Saat ini umat Islam berada di antara jalan-jalan yang penuh kebimbangan. Umat Islam belum memiliki pemahaman yang komprehensif dalam beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Urusan-urusan yang tidak penting dan tidak mendesak cenderung lebih diutamakan daripada urussan-urusan yang penting dan tidak mendesak, juga mengutamakannya dari pada urusan-urusan yang mendesak dan penting.
Islam mengajarkan seluruh tata cara beramal dalam kehidupan ini, termasuk dalam hal-hal yang membutuhkan skala prioritas. Dengan kata lain, umat Islam perlu memahami tentang aktifitas-aktifitas yang wajib dan mendesak untuk didahulukan dan juga perlu mengetahui hal-hal yang diahirkan dari keseluruhan aktifitas-aktifitas. Pemahaman ini (fiqh) mutlak dibutuhkan agar umat Islam mampu mengerjakan seluruh kewajiban-kewajibannya secara optimal dam mampu meninggalkan larangan-larangan Alah SWT secara bertahap.
Kasus yang sering terjadi di kalangan umat Islam saat ini adalah banyaknya dari mereka yang mendahulukan perkara-perkara tidak penting dan tidak mendesak di atas perkara-perkara yang mendesak dan penting. Pembangunan di bidang kesenian dan hiburan lebih diutamakan daripada pembangunan pendidikan dan kesehatan. Pengembangan aspek jasmaniah lebih diutamakan daripada aspek-aspek rohaniah. Dengan demikian, bila umat Islam tidak memiliki pemahaman yang komprehensip tentang urutan amal maka kemajuan Islam tidak akan pernah tercapai.
2. Hubungan antara fiqh prioritas dan fiqh lainnya
Fiqh prioritas memiliki hubungan yang sangat erat dengan fiqh lainnya terutama fiqh pertimbangan (muwazanah). Kaitannya dengan fiqh muwazanah itu dapat dilihat dari peranan pentingnya yaitu :
- Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan
- Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan , mudharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama
- Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antarakebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain
Kemaslahatan itu ada tiga macam yaitu kemaslahtan yang mubah, kemaslahatn yang sunnah, dan kemaslahatan yang wajib. Demikian juga dengan kerusakan ada dua macam yaitu kerusakan yang makruh dan kerusakan yang haram. Dari berbagai pertimbangan tersebut dapat dirumuskan urutan amal (prioritas) mana yang lebih didahulukan atas satu dengan yang lainnya.
3. Memprioritaskan kualitas atas kuantitas
Al-Qur’an memberikan perhatian yang besar dalam hal kualitas di atas kuantitas, walaupun keduanya merupakan hal yang diharapkan. Apabila dalam kondisi-kondisi tertentu, maka umat Islam harus mampu mendahulukan kualitas daripada kuantitas.
Betapa banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa kuantitas (jumlah yang banyak) tanpa kualitas adalah suatu hal yang sangat buruk, misal ada beberapa ayat yang menyatakan “betapa banyak manusia yang tidak beriman, betapa banyak manusia yang tidak bersyukur, kebanyakan mereka tidak mengetahui, kebanyakan mereka tidak memahaminya, dll”.
Saat ini umat Islam dihadapkan pada persoalan tentang kebanggaan akan kuantitas, sedangkan kualitas (isi/substansi) cenderung tidak diperhatikan. Fenomena ini dapat memukul mundur Islam dalam pergulatan peradaban. Ini adalah suatu hal yang perlu disikapi secara lebih serius oleh umat Islam itu sendiri.
Sirah Rasulullah SAW juga mengisyaratkan perlunya perhatian dalam masalah kualitas daripada kuantitas.
4. Prioritas ilmu atas amal
Dalam masalah ini, kita perku mengetahui bahwa ilmu adalah prioritas daripada amal karena ilmu akan menuntun dan memotivasi timbulnya suatu amal. Sedangkan amal tidak mampu mendatangkan ilmu. Selain itu, pemahaman juga harus didahulukan daripada hafalan belaka, juga prioritas atas maksud dan tujuan (hal substantif) ketimbang penampilan luar .
5. Prioritas dalam bidang fatwa dan Da'wah
Di dalam bidang fatwa dan dakwah, kita perlu memprioritaskan persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan yang berat dan sulit. Berbagai nash memberikan petunjuk pada kita bahwa perkara-perkara yang mudah dan ringan lebih dicintai oleh Allah SWT. Nabi SAW ketika memulai dakwahnya sangat memberikan kemudahan dan keringanan bagi umat. Ketika ditanyakan tentang suatu hal, maka beliau cukup memberikan defenisi-defenisi sederhana, mudah, dan tidak sulit. Beliau mengarahkan kemudahan untuk mengerjakan hal-hal yang wajib daripada hal-hal yang sunnat.
Islam mensyariatkan hukum-hukum yang khusus pada kondisi-kondisi yang darurat. Sebagai contoh bolehnya memakan makanan yang haram pada keadaan-keadaan darurat dan keadaan terpaksa. Di dalam berdakwah, dikenal istilah marhalah (pentahapan). Pengharaman khamar di dalam Al-Qur’an juga dilakukan secara bertahap. Segala bentuk perintah dan larangan dari Allah SWT harus melalui pentahapannya sehingga setiap muslim pada akhirnya mampu menyanggupi seluruh perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya.
Ukuran yang benar dalam memperhatikan segala sesuatu harus berdasakan perhatian terhadap isu-isu yang disorot oleh al-Qur'an saja. Sehingga kita dengan mudah mengetahui manakah perkara yang diprioritaskan/disorot secara jelas oleh Al-Qur’an dan mana yang sedikit diperhatikan.
Di dalam buku Syaikh Yusuf yang lain (Kaifa Nata’amal ma’a Al-Qur’an Al-‘azhim), dikisahkan bahwa ada seorang ulama yang selalau membahas tentang thaharah (bersuci) secara mendetail dan terus menerus pada setiap waktu dan kesempatan beliau berceramah, sedangkan beliau sangat jarang dan seakan dan melupakan urusan-urusan jihad. Tindakan seorang da’I atau ulama yang sedemikian adalah tindakan yang jauh dari sorotan Al-Qur’an. Apabila diperhatikan dengan seksama, sorotan Al-Qur’an dalam masalah thaharah secara gamblang tidak lebih dari satu tempat saja dalam Surah Al-Ma’idah. Sedangkan masalah jihad selalu dibahas dalam hampir setiap surah di dalam Al-Quran. Inilah yang dimaksudkan tentang bagaimana kita memprioritaskan suatu hal sesuai dengan prioritas Al-Qur’an dalam mempersoalkan dan membahasnya.
6. Prioritas dalam berbagai bidang amal
Amal-amal yang disyariatkan kepada manusia juga memiliki tingkatan-tingkatan. Ada hal-hal yang perlu disegerakan dan diutamakan, dan ada juga hal-hal yang boleh diakhirkan. Adanya keharusan dalam memprioritaskan amal yang kontinyu atas amal yang terputus-putus, dan prioritas amalan yang luas manfaatnya atas perbuatan yang kurang bermanfaat, serta prioritas terhadap amal perbuatan yang lebih lama manfaatnya dan lebih lama kesannya.
Selain itu, prioritas amalan hati atas amalan anggota badan dan perbedaan tingkat keutamaan sesuai dengan tingkat perbedaan waktu, tempat, dan keadaan.
7. Prioritas dalam perkara yang diperintahkan
Adapun perkara yang pokok seperti keimanan dan tauhid kepada Allah, keimanan kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir adalah lebih utama diprioritaskan daripada perkara-perkara cabang seperti syariah. Tauhid dan keimanan yang benar akan membuahkan hasil berupa amalan-amalan yang benar sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Amalan-amalan itu lah yang nantinya tertuang dalam hukum-hukum syariah bagi manusia.
Beberapa hal lain yang perlu mendapat prioritas adalah adanya prioritas fardhu atas sunnah dan nawafil, prioritas fardhu 'ain atas fardhu kifayah , prioritas hak hamba atas hak Allah semata-mata, prioritas hak masyarakat atas hak individu, prioritas wala' (loyalitas) kepada umat atas wala' terhadap kabilah dan individu.
8. Prioritas dalam perkara-perkara yang dilarang
Perkara yang dilarang juga memiliki tingkatan-tingkatan sebagaimana perkara-perkara yang diperintahkan. Dalam hal ini, umat Islam perlu memahami tentang perbedaan mendasar antara kekufuran, Kemusyrikan, dan Kemunafiqan yang Besar dan yang Kecil.
Selain memahami hal di atas, umat Islam juga perlu memahami adanya kemaksiatan besar yang dilakukan oleh hati manusia. Kemaksiatan tidak hanya berwujud lahiriah. Kemaksiatan hati yang merupakan kemaksiatan yang besar antara lain : kesombongan, kedengkian dan kebencian, kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang dituruti, riya’ (pamer diri), serta cinta dunia, cinta harta, kehormatan, dan kedudukan.
Tambahan lain bagi kemaksiatan adalah bid'ah dalam aqidah dan amalan. Bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan manusia dalam urusan agama. Sesungguhnya bid’ah memiliki banyak macamnya dan semuanya tidak berada dalam satu tingkatan yang sama dan begitu pula dengan orang yang melakukannya. Ada orang yang menganjurkan kepada bid’ah dan ada pula orang yang hanya sekadar ikut-ikutan dalam melakukan bid’ah dan tidak mengajak orang lain untuk melakukan bid’ah. Semua kelompok ini memiliki kaitan hukum yang berbeda.
Syubhat merupakan perkara yang berada satu level di bawah perkara-perkara kecil yang diharamkan, yaitu perkara yang tidak semua orang banyak mengetahuinya dengan jelas, atau dengan kata lain kehalalan atau keharamannya berada dalam keadaan yang samar-samar. Makruh merupakan bagian yang paling rendah dari sekian banyak perkara yang dilarang dalam agama. Makruh teridir atas dua jenis yaitu makruh tahrimi (lebih dekat kepada hal yang haram) dan makruh tanzihi (lebih dekat kepada hal yang halal).
9. Prioritas dalam bidang reformasi
Perlunya memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem maksudnya ialah adanya perhatian yang besar pada upaya-upaya pembinaan pribadi sebelum membangun tatanan masyarakat. Semuanya harus dimulai dari pembangunan individu yang kelak akan membuahkan hasil yang lebih baik. Perlu diingat bahwa kumpulan-kumpulan individu yang telah terbangun dan terbina dengan baik pada akhirnya akan membentuk suatu komunitas / tatanan sosial kemasyarakat yang baik pula.
Pembinaan dan pendidikan individu yang dimaksudkan di sini adalah pembinaan manusia mu’min, yang dapat mengemban misi dakwah, bertanggungjawab menyebarkan risalah Islam, tidak kikir terhadap harta benda, tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Alah, dan pada saat yang bersamaan ia memberikan teladan dalam menerapkan nilai-nilai agama terhadap dirinya sekaligus menarik orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama.
Dengan memahami prioritas dalam bidang reformasi, umat Islam akan semakin mudah mencapai tujuannya dalam memperbaiki keadaan. Jadi, bila ingin membangun sebuah sistem kekhalifahan yang luas dan komprehensif maka perlu melihat skala prioritas yang utama, yakni adanya pembinaan pribad-pribadi sebelum berkampanye lebih jauh tentang sistem khilafah yang tidak semua orang cepat memahaminya.
10. Fiqh prioritas dalam warisan pemikiran
Imam al-Ghazali memberikan perhatian dalam masalah Fiqh Prioritas. Di antara pemikirannya yakni menyoroti betapa banyak orang-orang yang tertipu (ghurur) dalam melakukan berbagai aktifitas dan banyaknya orang yang timpang dalam membuat peringkat amalan syariah.
Ulama lain yang mempunyai kepedulian terhadap Fiqh Prioritas adalah Ibnu Taimiyah, misalnya dalam hal perbedaan keutamaan amal karena perbedaan keadaan dan pertentangan antara kebaikan dan keburukan.
11. Fiqh prioritas dalam da'wah para pembaru di zaman modern
Beberapa ulama pembaru di zaman modern yang memiliki perhatian dalam masalah ini adalah Imam Muhammad bin Abd al-Wahhab, Az-Za’im Muhammad Ahmad al-Mahdi, Sayyid Jamaluddin, Imam Muhammad Abduh, Imam Hasan al-Banna’, Imam al-Maududi, as-Syahid Sayyid Quthub, ustadz Muhammad al-Mubarak, Syaikh al-Ghazali.
Kajian Fiqh Prioritas yang ditulis oleh Syaikh Yusuf ini dilakukan oleh beliau secara mendasar, komprehensif, dan terperincisebagaimana yang dianjurkan oleh tokoh pembaharu Islam. Harapan Syaikh Yusuf semoga pemikirannya tentang Fiqh Prioritas ini dapat menjadi salah satu sumbangan dalam perkembangan pemikiran Islam di zaman modern saat ini. Satu hal penting yang menjadi catatan besar bagi kita, bahwa fiqh prioritas ini bukanlah sesuatu yang baru, bukan suatu yang diada-adakan di dalam Islam. Semua pembahasan di dalam buku tersebut dilengkapi dengan nash-nash yang shahih, juga disertai dengan pandangan-pandangan beberapa ulama terdahulu. Lebih jelasnya, silakan baca bukunya : FIQH PRIORITAS Yusuf Al-Qardhawi.
Wallahu a’lam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar